Ia menyebut, potongan platform bisa mencapai 70% dari total biaya yang dibayarkan pelanggan.
"Pengemudi hanya mendapatkan upah sebesar Rp 5.200 dari hasil kerjanya mengantarkan makanan. Padahal pelanggan membayar ke platform sebesar Rp 18.000. Dari sini jelas terlihat platform mendapat keuntungan dengan cara memeras keringat pengemudi ojol," ujar Lily.
"Maka kami mendukung tuntutan potongan 10% dan bahkan kami menuntut potongan platform dihapuskan. Selain itu, harus ada kejelasan tarif penumpang, barang, dan makanan yang setara dan adil," tegasnya.
SPAI juga menolak skema prioritas order yang hanya diberikan kepada pengemudi tertentu. Lily menyebut skema seperti GrabBike Hemat, slot, aceng (argo goceng) di Gojek, hub di ShopeeFood, serta sistem prioritas di Maxim, Lalamove, InDrive, Deliveree, dan Borzo sebagai bentuk diskriminasi.
SPAI menuntut Kementerian Ketenagakerjaan menyusun payung hukum untuk pengemudi ojol. Regulasi ini diharapkan masuk dalam pembahasan RUU Ketenagakerjaan yang telah masuk Prolegnas.