Suara.com - Aset kripto saat ini tengah naik daun dan menjadi pilihan investasi masyarakat Indonesia, akan tetapi kehadiran aset kripto di dalam negeri hanya sebagai investasi, bukan sebagai alat pembayaran seperti di negara-negara lain.
Chairman Indodax Oscar Darmawan mengatakan, banyak keuntungan yang didapat dari pemerintah maupun pelaku pasar jika aset kripto jadi alat tukar. Misalnya, perputaran ekonomi bisa menjadi cepat, terlebih likuiditas aset kripto masih melimpah.
"Salah satu keuntungannya itu juga mempercepat perputaran ekonomi, karena likuiditas daripada kripto kan sekarang cukup bagus," ujar dia di Jakarta pada pekan ini.
Oscar menjelaskan, jika menjadi alat pembayaran di Indonesia, maka para turis tidak repot untuk menukar uang dalam bertransaksi. Dia bilang, dengan sistem itu banyak orang yang akan berkunjung ke Indonesia.
"Mereka bisa langsung membelanjakan kripto yang mereka miliki dan secara devisa juga masuk ke Indonesia," kata Oscar.
Kendati demikian, dia menyebut, kekinian masih ada kendala terkait penggunaan aset kripto jadi alat pembayaran. Sebab, dalam undang-undang alat pembayaran yang sah untuk bertransaksi adalah rupiah.
Terlebih ada pelarangan dari Bank Indonesia (BI), di mana lembaga keuangan tidak boleh mengakomodir aset kripto sebagai alat pembayaran. Hal itu tetuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/40/PBI/2016 tentang pemrosesan transaksi pembayaran.
Maka dari itu, Oscar menyarankan, agar pemerintah untuk merivisi aturan tersebut, jika aset kripto menjadi alat pembayaran.
"Ini dua aturan ini harus direvisi dulu, baik yang undang-undang maupun yang PBI," jelas dia.
Baca Juga: CTO Indodax Sebut Bitcoin Justru Jadi Peluang Investasi Jangka Panjang di Tengah Krisis Global
Di sisi lain, Oscar juga menyoroti aturan pajak atas transaksi perdagangan aset kripto. Saat ini, pemerintah memang berencana menghapus ajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi perdagangan aset kripto.
Akan tetapi, pemerintah mengenakan Pajak Penghasilan (PPh) transaksi kripto dikalikan menjadi 0,2 persen.
Pemerintah mengenakan pajak PPh sebesar 0,1 persen dan PPN sebesar 0,11 persen. Dengan begitu, pajak yang dikenakan setiap perdagangan aset kripto sebesar 0,2 persen. Oscar mengingkan, pemerintah bisa merelaksasi aturan pajak itu seperti perdagangan saham.
"Ke depannya pemerintah mengevaluasi supaya besaran PPh-nya cukup 0,1 persen seperti sebagaimana transaksi perdagangan saham saja," imbuh dia.
Oscar menambahkan, dengan rencana penghapusan PPN ini, aset kripto bisa diakui sebagai aset keuangan dan investasi.
"Ini membuat kripto menjadi dianggap sebagai aset keuangan, karena aset keuangan itu tidak dikenakan PPN," pungkas Oscar.