BI Ungkap Efek Penurunan Suku Bunga Acuan ke Ekonomi Butuh Waktu Lebih dari 1 Tahun

M Nurhadi Suara.Com
Selasa, 27 Mei 2025 | 07:07 WIB
BI Ungkap Efek Penurunan Suku Bunga Acuan ke Ekonomi Butuh Waktu Lebih dari 1 Tahun
Bank Indonesia. [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dampak dari penurunan suku bunga acuan atau BI-Rate terhadap perekonomian nasional memerlukan waktu sekitar satu setengah tahun untuk terasa sepenuhnya. Hal ini disampaikan oleh Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI), Solikin M. Juhro, dalam Taklimat Media di Jakarta pada Senin (26/5/2025).

Transmisi Suku Bunga

Menurut Solikin, transmisi suku bunga dari BI-Rate ke berbagai segmen pasar keuangan memiliki rentang waktu yang berbeda. Transmisi ke pasar uang cenderung lebih singkat, yakni sekitar 2-3 bulan. Sementara itu, dampaknya ke suku bunga dana perbankan memerlukan waktu sekitar enam bulan, dan ke suku bunga kredit perbankan membutuhkan waktu sekitar satu tahun.

"Kemudian ke ekonomi itu sekitar satu setengah tahun,” jelas Solikin, merujuk pada efek penuh dari kebijakan moneter.

Sejauh ini, BI-Rate telah mengalami pemangkasan sebanyak dua kali, masing-masing sebesar 25 basis poin (bps), pada Januari 2025 dan Mei 2025. Penurunan ini telah membawa BI-Rate ke level 5,5 persen.

Sejalan dengan penurunan BI-Rate pada Januari 2025, BI mencatat adanya penurunan pada suku bunga pasar uang. Suku bunga IndONIA terus menurun menjadi 5,77 persen pada 20 Mei 2025, dari posisi awal 6,03 persen pada awal Januari 2025. Demikian pula, suku bunga Surat Berharga Bank Indonesia (SRBI) untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan juga menurun signifikan.

Pada 16 Mei 2025, SRBI tenor 6 bulan turun dari 7,16 persen menjadi 6,40 persen; tenor 9 bulan dari 7,20 persen menjadi 6,44 persen; dan tenor 12 bulan dari 7,27 persen menjadi 6,47 persen. Imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) juga menunjukkan tren serupa, dengan tenor 2 tahun menurun dari 6,96 persen menjadi 6,16 persen, dan tenor 10 tahun menurun dari 6,98 persen menjadi 6,84 persen.

Namun, di tengah penurunan suku bunga acuan dan pasar uang, suku bunga perbankan masih menunjukkan respons yang relatif lambat. Suku bunga deposito satu bulan per April 2025 tercatat 4,83 persen, sedikit meningkat dari 4,81 persen pada awal Januari 2025. Hal serupa terjadi pada suku bunga kredit perbankan, yang tercatat 9,19 persen pada April 2025, relatif stagnan dibandingkan 9,20 persen pada awal Januari 2025. Ini mengindikasikan adanya jeda waktu atau faktor lain yang membuat transmisi kebijakan moneter ke sektor perbankan domestik belum sepenuhnya efektif.

Optimasi Kebijakan Makroprudensial: RPLN dan PLM

Baca Juga: Gubernur BI Pamer Program Prabowo pada Negara Muslim

Menyikapi kondisi ini, BI telah mengoptimalkan instrumen kebijakan makroprudensial. Salah satunya adalah melalui peningkatan Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN). RPLN ditingkatkan dari maksimum 30 persen menjadi 35 persen dari modal bank.

Solikin menjelaskan bahwa, dari sisi makro, dampak kebijakan RPLN ini baru akan terasa pada perekonomian sekitar satu hingga dua tahun ke depan. Namun, RPLN terkini yang berlaku sejak 1 Juni 2025 ini diharapkan dapat segera dimanfaatkan oleh perbankan, terutama bagi bank-bank yang sudah memiliki pipeline untuk mendapatkan pendanaan dari luar negeri.

“Yang jelas dengan adanya RPLN, ini tentunya kita expect dia (perbankan) pasti akan meningkatkan ruang pendanaan dari luar negeri,” kata Solikin, dikutip via Antara. Kebijakan RPLN merupakan inovasi instrumen makroprudensial kontrasiklikal yang bertujuan memperkuat pendanaan luar negeri jangka pendek bank sesuai dengan kebutuhan perekonomian. Kebijakan ini mengatur batas maksimum kewajiban jangka pendek bank terhadap modal bank. Dengan penambahan parameter kontrasiklikal sebesar positif lima persen, batasan RPLN menjadi 35 persen, efektif sejak 1 Juni 2025.

Selain RPLN, BI juga melakukan penyesuaian pada rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM). Rasio PLM untuk Bank Umum Konvensional (BUK) diturunkan sebesar 100 bps, dari lima persen menjadi empat persen, dengan fleksibilitas repo sebesar empat persen.

Sementara itu, rasio PLM syariah untuk Bank Umum Syariah (BUS) diturunkan sebesar 100 bps, dari 3,5 persen menjadi 2,5 persen, dengan fleksibilitas repo sebesar 2,5 persen. Penurunan rasio PLM ini juga bertujuan untuk memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan, dan berlaku efektif sejak 1 Juni 2025.

Langkah-langkah kebijakan makroprudensial ini menunjukkan upaya BI untuk mendukung pertumbuhan kredit dan menjaga stabilitas sistem keuangan di tengah dinamika transmisi suku bunga dan tantangan ekonomi global.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI