Suara.com - Indonesia terus mendorong industri energi yang ramah lingkungan.
Ketua Komite Investasi ASPERMIGAS Moshe Rizal Eng mengatakan, Indonesia masih kalah dengan China dalam memanfaatkan energi terbarukan yang ramah lingkungan.
Apalagi, produksi mobil listrik yang menggunakan energi ramah lingkungan sudah banyak diminati.
Bahkan, lonjakan permintaannya sangat tinggi.
"China itu luar biasa dan dia nomer satu untuk electric vehicle adoption. Apalagi, sale di electric vehicle di Cina itu udah lebih dari 60. Dan jumlah electric vehicle di Cina cukup besar," ujar Rizal dalam diskusi Potensi Energi Baru Terbarukan dalam Meningkatkan Ketahanan Energi Nasional, di Gedung RRI, Minggu (1/6/2025).
Kata dia, Indonesia memang membutuhkan industri energi yang murah agar sisi permintaan meningkat.
Untuk itu, mengurangi energi fosil juga perlu ditingkatkan agar bisa memanfaatkan industri ramah lingkungan.
"Energi fosil ini memang masih harus tetap dijaga, tadi kita bisa lihat di web tadi ya, sampai 2050," bebernya.
Dia memaparkan dalam mengurangi energi fosil, Indonesia masih di atas Singapura.
Baca Juga: Potensi Gas Alam Gantikan Peran Batu Bara dan Minyak Bumi, Pakar Singgung Manfaat dan Risikonya
Lantaran, penggunaan energi Singapura masih banyak menggunakan fosil ketimbang yang ramah lingkungan.
"Namun kalau kita lihat dari Singapura, Singapura itu 98 persen itu masih pakai fosil fuel. Kalau orang Singapura bersih ya? Enggak bersih, 98 persen itu fosil fuel. Kita 80 persen itu lebih baik dari Singapura," bebernya.
Dia menambahkan, pertumbuhan konsumsi energi energi bersih perlu dilakukan.
Sebab, ini bisa menjaga bumi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih hijau.
Sementara itu, Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis Pertambangan Pertamina NPE Fadli Rahman mengatakan bahwa perusahaan terus mendorong energi tebarukan. Salah satunya dengan mengimplementasikan Biodiesel 50 atau B50
"Kita melihat ada renewable energy, kemudian no hardware technology, dan juga kita sedang melihat-lihatnya mendorong untuk biofuels. Yang priority seluruh data jalan, sampai sekarang B40, mau ke B50 nantinya. Dan setelah itu saja teman-teman juga mengetahkan aset kita dari B50 itu mencapakan gasolin sampai B50," jelasnya.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) melalui Pertamina New and Renewable Energy (PNRE) jadi salah satu perusahaan yang dijadikan role model transisi energi di Abu Dhabi Sustainability Week 2025.

John Anis, CEO PNRE berbagi wawasan tentang bagaimana percepatan pengembangan energi terbarukan dengan skala besar yang dilakukan oleh Pertamina NRE di Indonesia untuk mendukung transisi energi global menuju target akhir yaitu Net Zero Emission 2060
Berdiskusi dengan Jim Pagano (CEO Terra-Gen Power Holding America), John Anis menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi energi terbarukan lebih dari 3.500 GW, yang mencakup energi surya, angin, bioenergi, dan panas bumi.
“Pertamina NRE berkomitmen untuk menjadi penggerak utama transisi energi di Indonesia dengan mengembangkan bioetanol dan energi panas bumi. Ini adalah dua inisiatif strategis yang tidak hanya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil tetapi juga mendukung stabilitas pasokan energi nasional,” ujar John.
Dia menyoroti posisi geografis Indonesia yang berada di ring of fire, menjadikan negara ini memiliki potensi besar untuk pengembangan energi panas bumi.
Namun, ia menekankan pentingnya dukungan pemerintah melalui kebijakan proaktif seperti subsidi energi terbarukan, insentif fiskal, dan kolaborasi strategis dengan sektor swasta.
"Kolaborasi dengan investor internasional menjadi langkah strategis untuk memastikan pembiayaan berkelanjutan dalam proyek energi hijau. Kolaborasi adalah kunci keberhasilan," tuturnya