Suara.com - Potensi gas alam sebagai sumber energi terbarukan pengganti batu bara dan minyak masih terus digali. Meski begitu, tak sedikit yang menyoroti kendala dan risiko pemanfaatannya.
Mark Radka, Kepala Badan Energi dan Iklim di Program Lingkungan PBB (UNEP), mengatakan gas alam memang menghasilkan lebih sedikit karbon dioksida dan polutan udara konvensional saat dibakar dibandingkan batu bara. Sayangnya, kebocoran metana yang terjadi selama proses produksi dan distribusi menimbulkan kekhawatiran serius.
Metana adalah sumber efek rumah kaca yang sangat kuat, sekitar 84 kali lebih berpotensi membuat atmosfer bumi lebih panas dibandingkan karbon dioksida dalam jangka waktu 20 tahun.
"Emisi metana yang tidak terkendali merusak kredibilitas gas alam sebagai bahan bakar yang lebih bersih," kata Radka, dikutip dari situs resmi UNEP, Jumat (30/5/2025).
Mengandalkan perusahaan bahan bakar fosil untuk mengawasi sendiri kebocoran metana mereka dianggap tidak realistis. Radka menekankan pentingnya regulasi yang ketat dan penegakan hukum yang efektif.
Namun ia melihat ada harapan. Beberapa perusahaan energi di dunia telah berkomitmen untuk menetapkan target pengurangan metana pada tahun 2025. Teknologi deteksi kebocoran juga semakin maju, memungkinkan pemantauan yang lebih akurat.
Laporan Emissions Gap dari UNEP menyatakan bahwa dunia harus mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 45% pada tahun 2030 untuk menghindari krisis iklim yang parah. Dalam konteks ini, peran gas alam sebagai 'jembatan energi bersih' dari batu bara dan minyak dipertanyakan.

Radka menyatakan bahwa transisi yang lambat dari bahan bakar fosil lain dan investasi besar dalam infrastruktur gas akan menjadi salah satu faktor penghalang.
Namun, dalam sistem tenaga berbasis energi terbarukan, gas alam dapat berfungsi sebagai cadangan karena pembangkit listrik berbasis gas dapat dinyalakan hampir seketika, sementara pembangkit listrik berbasis batu bara memerlukan waktu lebih lama untuk beroperasi.
Baca Juga: Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Bukan Sekadar Kincir Angin, Tapi Masa Depan Energi Bersih Dunia
Meskipun biaya energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin terus turun dalam 10 tahun terakhir, beberapa negara masih memilih untuk berinvestasi dalam gas alam. Berikut adalah 5 fakta terbaru tentang energi gas alam di tahun 2025 yang relevan untuk memahami peran dan tantangannya dalam transisi energi global:
1. Permintaan Global Melambat, Tapi Masih Tumbuh di Asia
Menurut laporan International Energy Agency (IEA), pertumbuhan permintaan gas alam global diperkirakan melambat pada 2025 dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, permintaan di negara-negara berkembang di Asia, seperti China dan India, tetap meningkat sekitar 6% pada 2024, didorong oleh kebutuhan listrik dan kondisi ekonomi yang membaik.
2. Emisi CO dari Gas Alam Naik 3,7%
Meskipun gas alam dianggap lebih bersih dibandingkan batu bara, emisi karbon dioksida (CO) dari penggunaannya meningkat sebesar 3,7% pada 2024, menunjukkan bahwa ketergantungan yang terus-menerus pada bahan bakar fosil tetap menjadi tantangan dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
3. Kebocoran Metana dari Sumur Terbengkalai