Suara.com - Woori Bank Korea menemukan insiden keuangan yang melibatkan 100 miliar won telah terjadi di anak perusahaannya di Indonesia, yakni PT Bank Woori Saudara.
Bank Woori Saudara mengumumkan di situs webnya pada tanggal 2 Juni mengenai kasus fraud.
Adapun, Woori Bank mengidentifikasi tanda-tanda transaksi mencurigakan selama verifikasi berdasarkan standar pengendalian internalnya.
“Woori Saudara Bank telah mengonfirmasi tuduhan penipuan yang melibatkan perusahaan Indonesia yang sedang ditanganinya," tulis perusahaan dilansir dari Business Korea, Kamis (5/6/2025).
Tidak hanya itu, Woori Bank mengidentifikasi tanda-tanda transaksi yang mencurigakan selama verifikasi berdasarkan standar pengendalian internalnya.
Menurut Woori Bank, perusahaan tersebut mengajukan surat kredit dengan karakteristik jaminan pembayaran ekspor, yang diduga berisi informasi penipuan, kepada Woori Saudara Bank.
Woori Saudara Bank terseret kasus penipuan atau fraud kredit melibatkan perusahaan ekspor lokal dengan nilai kredit 78,5 juta dolar As atau Rp 1,28 triliun.
Adapun, Woori Bank segera mengirim pejabat dari grup globalnya ke Indonesia untuk menilai insiden tersebut dan mengambil tindakan seperti mengamankan utang untuk meminimalkan kerugian.
Perusahaan yang dimaksud dilaporkan mengomunikasikan kepada bank tersebut niat tegasnya untuk membayar kembali, dengan menyajikan sumber daya dan jadwal pembayaran kembali. Seorang perwakilan dari Woori Bank menyatakan,
Baca Juga: Kaji Bisnis Lebih Objektif, eFishery Gandeng FTI Consulting Jadi Manajemen Sementara
"Kami akan bekerja sama erat dengan pihak berwenang setempat untuk menanggapi dengan cara yang sesuai dengan hukum," tandasnya.
Sebagai informasi, PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk atau Bank Woori Saudara membukukan laba bersih Rp516,13 miliar sepanjang 2024. Raihan laba ini menyusut 26,04 persen secara tahunan atau year on year (yoy) ketimbang tahun sebelumnya yang sebesar Rp697,86 triliun.
Mengutip laporan keuangan perseroan, Senin, 3 Maret 2025, jika dilihat dari kinerja sejumlah pos keuangan bank yang dipimin oleh Kim Eungchul sebagai presiden direktur ini, cukup positif di sepanjang 2024.
Dari mesin intermediasi, misalnya, Bank Woori Saudara berhasil menyalurkan kredit Rp46,88 triliun per Desember 2024.
Realisasi kredit ini tumbuh 6,56 persen yoy ketimbang tahun lalu di periode yang sama sebesar Rp43,99 triliun.
Penyaluran kredit tersebut diimbangi dengan kualitas kredit. Ini tercermin dari rasio non performing loan (NPL) groos dan NPL net yang masing-masing berada di level 1,54 persen dan 1,85 persen per Desember 2024. Rasio NPL ini masih di bawah threshold yang ditentukan regulator, yakni 5 persen.
Pertumbuhan kredit ikut mendongkrak pedapatan bunga bersih perseroan. Tercatat, pendapatan bunga bersih per Desember 2024 sebesar Rp1,77 triliun, atau tumbuh 6,10 persen.
Meski kinerja kredit dan pendapatan bunga bersih tumbuh, ternyata tak mampu mendongkrak raihan laba bersih perseroan sepanjang 2024.
Penurunan laba bersih Bank Woori Saudara salah satunya disebabkan beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) yang membengkak dari 77,44 persen pada 2023 menjadi 84,97 persen di 2024. Ini menandakan bahwa perseroan kurang efisien dalam operasionalnya.
Di era digital saat ini, praktik penipuan atau fraud semakin marak dan kompleks. Fraud merupakan tindakan kecurangan yang dilakukan secara sengaja untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan merugikan pihak lain, baik individu maupun perusahaan. Modusnya beragam, mulai dari pencurian data, manipulasi transaksi, hingga penyalahgunaan identitas.
Dalam dunia bisnis, fraud bisa berdampak besar, seperti kerugian finansial, penurunan kepercayaan pelanggan, hingga kerusakan reputasi.
Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk menerapkan sistem pengawasan internal yang ketat, audit berkala, dan edukasi bagi karyawan terkait deteksi dini tindak kecurangan.
Sementara itu, individu juga harus waspada dengan tidak mudah memberikan informasi pribadi, memverifikasi keaslian transaksi, dan rutin memperbarui keamanan perangkat digital.
Pencegahan fraud bukan hanya tanggung jawab satu pihak, melainkan kolaborasi antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat untuk menciptakan ekosistem digital yang aman dan terpercaya.