Suara.com - Semangat pemerintah untuk mendorong hilirisasi, khususnya pada komoditas batu bara, hingga saat ini masih belum ada titik terang. Mandat yang sudah diberikan kepada PT Bukit Asam Tbk (Persero) jalan di tempat alias mandek.
Proyek gasifikasi batu bara menjadi gas Dimethyl Ether (DME) telah masuk sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 109 Tahun 2020. Bahkan saat ini, proyek tersebut tertera dalam daftar 18 proyek hilirisasi prioritas Presiden Prabowo Subianto.
“Bukit Asam sudah terbukti gagal, padahal Presiden memiliki concern yang sangat kuat untuk merealisasikannya, mengingat ketergantungan kita terhadap impor LPG sangat tinggi,” ujar Herry Gunawan, pengamat BUMN dari NEXT Indonesia, Selasa (10/6/2025).
Dia berpandangan, impor terhadap Liquefied Natural Gas (LPG) semakin memberatkan anggaran pemerintah yang harus dialokasikan untuk subsidi LPG 3 kilogram.
Pada 2024, Kementerian Keuangan mencatat, nilainya sekitar Rp85,6 triliun, kemudian dianggarkan sebesar Rp87,6 triliun di tahun 2025. Jumlah itu setara dengan 43% terhadap total subsidi energi.
Mengingat pentingnya hilirisasi batu bara sebagai substitusi LPG yang selama ini masih bersubsidi, Herry menegaskan, pemegang saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) sebaiknya menjadikannya sebagai salah satu pembahasan dalam agenda Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PTBA yang akan digelar pada 12 Juni 2025, seperti disampaikan melalui keterbukaan informasinya.
“Proyek DME ini harus menjadi concern pemegang saham, karena sangat penting bagi ketahanan energi nasional,” ujarnya.
Sesuai dengan keterbukaan informasi PTBA, salah satu agenda RUPS tersebut adalah perubahan pengurus Perseroan.
Pada kesempatan tersebut, pemegang saham harus mengevaluasi alasan tidak terlaksananya mandat yang diamanatkan kepada manajemen Perseroan untuk merealisasikan proyek gasifikasi batu bara menjadi gas DME.
Baca Juga: Bahlil Bingung, Eropa Minta PLTU Pensiun Tapi Butuh Batu Bara
“Memang diperlukan manajemen baru untuk merealisasikan program penting tersebut, dan kalau melihat agenda RUPS, pemegang saham memang akan melakukan perubahan manajemen,” kata Herry.
Saat ini, pemegang saham mayoritas PTBA dikuasai oleh MIND ID, yakni holding BUMN di sektor pertambangan.
Dengan adanya manajemen baru yang mengelola gasifikasi batu bara menjadi gas DME, dia mengusulkan agar realisasi proyek strategis itu menjadi salah satu indikator dalam Key Performance Indicator (KPI) manajemen, khususnya Direksi.
“Sudah puluhan tahun Indonesia bergantung pada LPG impor untuk memenuhi kebutuhan domestik, dan sudah saatnya dimulai proses penghentiannya mengingat produksi gas alam Indonesia selalu surplus dibandingkan kebutuhan domestik,” ungkapnya.
Proyek gasifikasi tersebut juga sudah menjadi perintah Presiden Prabowo Subianto, dalam rangka membangun ketahanan energi nasional.
“Jangan ada lagi manajemen yang bandel, ngeles gak mau hilirisasi batu bara,” kata Herry.