Suara.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan bergerak fluktuatif dengan kecenderungan menguat pada perdagangan hari ini, Rabu, 18 Juni 2025.
Proyeksi ini seiring kombinasi berbagai sentimen global dan domestik, mulai dari ketegangan geopolitik di Timur Tengah, data ekonomi dari Amerika Serikat dan Eropa, serta keputusan suku bunga dari Bank Indonesia menjadi faktor utama yang memengaruhi arah indeks.
Tim Retail Research dari CGS International Sekuritas Indonesia menjelaskan, melemahnya indeks di bursa Wall Street seiring meningkatnya tensi geopolitik di Timur Tengah diperkirakan menjadi sentimen negatif yang membayangi pasar keuangan global.
![Pengunjung melhat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (18/3/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/18/12871-ihsg-ihsg-anjlok-bursa-efek-indeks-harga-saham-ilustrasi-bursa-ilustrasi-ihsg.jpg)
Namun, CGS menyoroti bahwa kenaikan harga beberapa komoditas seperti minyak mentah, emas, dan batubara berpotensi memberikan dorongan positif terhadap IHSG.
"IHSG diprediksi akan bergerak bervariasi cenderung menguat dengan kisaran support 7.115/7.075 dan resistance 7.195/7.240," tulis CGS International Sekuritas Indonesia dalam riset hariannya, Rabu, (18/6/2025).
Sementara, Analis Phintraco Sekuritas, Ratna Lim, mengatakan penguatan IHSG pada penutupan perdagangan Selasa (17/6), yang tercatat naik 0,54 perse ke level 7.155, didorong oleh sentimen positif dari sektor domestik.
Terutama kerja sama strategis antara Danantara, Indonesia Investment Authority (INA), dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) untuk membangun pabrik klor-alkali diklorida. Selain itu, komitmen Danantara untuk mendukung pembiayaan Program 3 Juta Rumah dengan dana sebesar Rp130 triliun menjadi katalis tambahan bagi pasar.
"Dukungan pembiayaan ini akan melibatkan lima bank besar nasional, yakni BMRI, BBRI, BBNI, BBTN, dan BRIS, yang telah menyatakan kesiapan mendukung program tersebut," kata Ratna.
Ia menambahkan, secara teknikal, IHSG saat ini berada dalam posisi menguntungkan karena indikator Stochastic RSI sudah berada di area oversold dan indeks berhasil bertahan di atas level MA200.
Baca Juga: IHSG Hijau di Awal Sesi, Analis Waspada Koreksi Lanjutan
Namun, Ratna mengingatkan, perkembangan isu geopolitik global masih menjadi faktor risiko utama dalam jangka pendek.
"Oleh karena itu, IHSG diperkirakan bergerak fluktuatif dalam kisaran support 7.100 dan resistance 7.200, dengan pivot pada level 7.150," beber Ratna.
Pasar Global Tertekan
Dari pasar global, indeks utama Wall Street ditutup melemah pada perdagangan Selasa (17/6) akibat meningkatnya intensitas konflik Iran-Israel. Laporan yang menyebutkan bahwa Amerika Serikat tengah mempertimbangkan keterlibatan militer langsung terhadap Iran menambah kekhawatiran pelaku pasar.
Selain itu, data penjualan ritel (Retail Sales) Amerika Serikat pada Mei 2025 menunjukkan penurunan 0,9 persen secara bulanan (MoM), lebih dalam dari kontraksi 0,1 persen pada April, serta di bawah ekspektasi pasar yang memproyeksikan penurunan 0,7 persen.
Penurunan tersebut merupakan yang terbesar dalam empat bulan terakhir dan disinyalir sebagai dampak dari tarif impor yang meningkat, yang pada akhirnya memperburuk outlook konsumsi di negeri Paman Sam.
Sementara itu, indeks bursa Eropa juga bergerak melemah karena kekhawatiran serupa terkait konflik Iran-Israel. Meskipun negara-negara G7 telah menyerukan agar konflik diredakan, sebagian besar dari mereka menyatakan dukungan terhadap Israel.

Dari Jerman, data ZEW Economic Sentiment Index untuk Juni 2025 naik signifikan menjadi 47,5 dari 25,2 pada Mei, dan jauh melampaui ekspektasi pasar sebesar 35. Ini menjadi level tertinggi dalam tiga tahun terakhir yang ditopang oleh paket stimulus fiskal dari pemerintah Jerman serta pemangkasan suku bunga oleh European Central Bank (ECB).
Dari Asia, Bank of Japan memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 0,5 persen, yang merupakan level tertinggi sejak tahun 2008.
Adapun harga komoditas mencatatkan penguatan terbatas. Harga emas naik tipis 0,2 persen ke level USD 3.390 per troy ounce di tengah penguatan dolar AS dan meningkatnya permintaan instrumen safe haven, sementara pasar menantikan arah kebijakan suku bunga The Fed.
Harga minyak mentah juga menguat ke kisaran USD 74 per barel setelah mantan Presiden AS Donald Trump mengeluarkan pernyataan keras yang mengancam Iran agar menyerah tanpa syarat.
Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun turun lebih dari 6 basis poin menjadi 4,387 persen.
Dari dalam negeri, perhatian pelaku pasar hari ini akan tertuju pada hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang dijadwalkan diumumkan hari ini (18/6).
Konsensus memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) di level 5,50 persen demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu dari Amerika Serikat, akan dirilis data Building Permits Preliminary untuk Mei 2025 yang diperkirakan naik menjadi 1,43 juta dari 1,422 juta pada April. Sedangkan data Housing Starts Mei 2025 diperkirakan cenderung stagnan di level 1,36 juta.
Dari Inggris, data inflasi tahunan (YoY) untuk Mei 2025 diperkirakan turun menjadi 3,4 persen dari 3,5 persen pada April 2025.
Saham Pilihan Hari Ini
Dengan mempertimbangkan kondisi pasar dan faktor teknikal, kedua sekuritas tersebut merekomendasikan saham-saham pilihan yang berpotensi mencatatkan penguatan pada perdagangan hari ini, yaitu, ACES, BUKA, BBTN, CTRA, dan MDKA.