Suara.com - PT Danantara Asset Management (Persero) atau DAM, bagian dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) akan mengucurkan pinjaman pemegang saham (shareholder loan) senilai Rp 6,65 triliun kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA).
Suntikan dana awal ini merupakan bagian dari total dukungan pendanaan fantastis yang diperkirakan mencapai US$ 1 miliar atau sekitar Rp 16,3 triliun.
Dana segar ini, menurut informasi, akan digunakan untuk mendanai kebutuhan maintenance, repair and overhaul (MRO) Garuda Indonesia. Namun, keputusan untuk menggunakan dana setoran dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke BPI Danantara guna menyelamatkan Garuda ini langsung menuai sorotan tajam.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, dengan tegas menyatakan bahwa langkah tersebut berpotensi besar bisa menjadi jebakan "moral hazard" di kemudian hari.
Bhima mengkritik bahwa alih-alih mengalokasikan dana setoran dividen BUMN untuk investasi dan proyek-proyek yang menguntungkan, lembaga yang diharapkan menjadi "mesin gerak" pertumbuhan ekonomi ini justru disibukkan dengan membantu perusahaan pelat merah yang sedang kesulitan.
"Sepertinya pada tahun pertama fokus Danantara adalah konsolidasi aset, pembenahan manajerial, dan perbaikan kinerja keuangan beberapa BUMN yang memang bermasalah," kata Bhima saat dihubungi Suara.com, Rabu (25/6/2025).
Padahal, ekspektasi dari investor swasta, baik domestik maupun asing, serta perusahaan yang ingin bekerja sama dengan Danantara, justru jauh berbeda. Mereka berharap Danantara segera memanfaatkan dividen yang terkumpul dari BUMN untuk mendanai proyek-proyek yang mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi, mendorong lapangan kerja, dan berkolaborasi dengan pelaku usaha swasta.
"Jadi resource atau sumber dayanya kalau sebagian hanya digunakan untuk melakukan konsolidasi BUMN itu, itu bisa terkuras, bisa kurang efektif dan kurang efisien dalam mendorong tujuan Danantara untuk menjadi engine of growth," tegas Bhima, menyiratkan kekhawatiran akan fungsi utama Danantara yang bisa terganggu.
Bhima menilai, menyuntik Garuda dengan dana dividen BUMN adalah keputusan yang sangat berisiko. Menurutnya, maskapai nasional itu sudah memiliki segudang masalah keuangan sejak lama.
Baca Juga: Kritik Pedas usai Danantara Suntik Modal Rp6 T ke Garuda: Sakit Jantung Tapi Obatnya Sakit Kulit!
"Kenapa? Karena kalau menyuntik Garuda ini kan dari dulu sudah punya masalah banyak dari segi keuangan. Jadi dana dari dividen yang diputar kepada perusahaan-perusahaan seperti Garuda, ya tentu moral hazard-nya juga akan tinggi," jelas Bhima. Konsep moral hazard di sini merujuk pada potensi di mana manajemen atau pihak terkait Garuda akan cenderung kurang hati-hati dalam pengelolaan keuangan jika tahu akan selalu ada "penyelamat" dari pemerintah.
Ia mempertanyakan perhitungan return on investment (ROI) jika dana dividen tersebut disalurkan ke Garuda. Padahal, Danantara diharapkan mendanai proyek-proyek yang bankable, yakni proyek yang memiliki kelayakan finansial dan potensi keuntungan jelas.
"Itu yang menjadi [masalah] ketika masuknya lebih ke arah restrukturisasi ataupun dari keuangan dari BUMN," imbuh Bhima, menyiratkan bahwa penggunaan dana dividen untuk restrukturisasi keuangan BUMN bermasalah justru bisa kontraproduktif terhadap tujuan utama Danantara sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi.
Bhima juga menyoroti kondisi ekonomi global yang penuh dinamika, termasuk konflik di Timur Tengah. Situasi eksternal ini membuat peran Danantara sebagai "mesin gerak" untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi menjadi sangat diharapkan. Jika sebagian besar sumber daya Danantara terkuras untuk menalangi BUMN yang bermasalah seperti Garuda, maka fungsi utamanya sebagai leverage pertumbuhan ekonomi bisa terganggu.
Sebelumnya, PT Danantara Asset Management (Persero) atau DAM sebagai bagian dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) akan memberikan dukungan awal kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. berupa pinjaman pemegang saham (shareholder loan) senilai Rp 6,65 triliun.
Suntikan dana itu untuk mendanai kebutuhan maintenance, repair and overhaul (MRO), yang merupakan bagian dari total dukungan pendanaan bernilai sekitar US$ 1 miliar atau sekitar Rp 16,3 triliun (asumsi kurs Rp 16.328 per dolar AS).