Gaduh Pelapak TikTok Cs Kena Pajak, DJP: Bukan Hal yang Baru!

Kamis, 26 Juni 2025 | 13:01 WIB
Gaduh Pelapak TikTok Cs Kena Pajak, DJP: Bukan Hal yang Baru!
Warga berbelanja secara daring melalui salah satu situs perusahaan e-commerce di Jakarta, Rabu (28/7/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

Suara.com - Rencana pemerintah untuk memberlakukan skema pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) bagi pelapak e-commerce telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan pelaku usaha. 

Menanggapi hal ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan angkat bicara, menegaskan bahwa ketentuan yang sedang digodok ini bukanlah hal yang baru pengenaan, melainkan pergeseran mekanisme pembayaran PPh yang bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kemudahan.

Rosmauli, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, menjelaskan bahwa kebijakan ini pada dasarnya hanya menggeser mekanisme pembayaran PPh yang semula dilakukan secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk.

 "Perlu dipahami bahwa pada prinsipnya, pajak penghasilan dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak, termasuk dari hasil penjualan barang dan jasa secara online," ujar Rosmauli dalam keterangan persnya kepada awak media, Kamis (26/6/2025).

Ia menambahkan, kebijakan ini tidak mengubah prinsip dasar tersebut, justru memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Pasalnya, proses pembayaran pajak akan dilakukan melalui sistem pemungutan yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan platform tempat mereka berjualan.

Salah satu poin penting yang ditekankan DJP adalah bahwa pedagang orang pribadi dalam negeri dengan omzet sampai dengan Rp500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini, sesuai ketentuan yang berlaku. Ini berarti, para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan omzet di bawah batas tersebut tidak perlu khawatir akan tambahan beban pajak.

Rosmauli menegaskan, tujuan utama dari ketentuan ini adalah untuk menciptakan keadilan dan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, serta memastikan perlakuan pajak yang setara antar pelaku usaha, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru.

Lebih lanjut, kebijakan ini juga dirancang untuk memperkuat pengawasan terhadap aktivitas ekonomi digital dan menutup celah "shadow economy". Banyak pedagang online yang belum menjalankan kewajiban perpajakan, baik karena kurangnya pemahaman maupun keengganan menghadapi proses administratif yang dianggap rumit. Dengan melibatkan marketplace sebagai pemungut, DJP berharap pemungutan PPh Pasal 22 ini dapat mendorong kepatuhan yang proporsional dan memastikan kontribusi perpajakan mencerminkan kapasitas usaha secara nyata.

DJP menyatakan bahwa peraturan mengenai penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 masih dalam proses finalisasi di internal pemerintah. Rosmauli memastikan bahwa jika aturan ini telah resmi ditetapkan, pihaknya akan menyampaikannya secara terbuka, lengkap, dan transparan kepada publik.

Baca Juga: Layanan Info Kredit Untuk Bantu UMKM Lebih Paham Skor dan Risiko Finansial

Penyusunan ketentuan ini juga telah melalui proses meaningful participation, yaitu kajian dan pembahasan bersama pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri e-commerce dan kementerian/lembaga terkait. DJP mengklaim bahwa respons terhadap rencana ketentuan ini sejauh ini menunjukkan dukungan terhadap tujuan pemerintah dalam mendorong tata kelola pajak yang lebih adil dan efisien seiring dengan perkembangan teknologi informasi.

Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) meminta pemerintah berhati-hati mewajibkan e-commerce menarik pajak kepada para pedagang online.

"Dari sisi asosiasi, idEA mendorong agar kebijakan ini diterapkan secara hati-hati dan bertahap, dengan mempertimbangkan kesiapan para pelaku UMKM, kesiapan infrastruktur baik di sisi platform maupun pemerintah, serta pentingnya sosialisasi yang luas dan komprehensif kepada masyarakat," ujar Budi melalui keterangan tertulis, Rabu (25/6).

Budi hanya memberi catatan agar pemerintah mempertimbangkan dampak kebijakan ini terhadap jutaan pedagang. Asosiasi berharap ruang tumbuh bagi pelaku usaha kecil dan menengah tidak terhambat dengan penerapan aturan ini.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI