Suara.com - Sebuah investigasi mendalam yang dilakukan oleh Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) baru-baru ini mengungkapkan hasil temuan yang sangat mengkhawatirkan dan sekaligus mengejutkan publik. Dalam riset tersebut, KKI menemukan bahwa hampir 40 persen dari galon guna ulang yang beredar dan digunakan secara luas di berbagai kota besar di seluruh Indonesia ternyata telah melewati batas usia aman pemakaian.
Galon-galon ini tergolong dalam kategori yang oleh KKI disebut sebagai “ganula”, singkatan dari galon lanjut usia, istilah yang menandakan bahwa galon tersebut seharusnya sudah tidak layak lagi untuk digunakan karena berisiko terhadap kesehatan. Temuan ini membuka mata banyak pihak mengenai ancaman tersembunyi yang selama ini luput dari perhatian jutaan konsumen air minum dalam kemasan galon.
Penelusuran dilakukan KKI di 31 titik strategis, yang mencakup seluruh rantai distribusi galon guna ulang, mulai dari agen penyalur, depot isi ulang, kendaraan pengangkut seperti truk, hingga rumah-rumah tangga tempat galon tersebut digunakan. Hasilnya menunjukkan bahwa sekitar 40 persen galon yang beredar ternyata telah digunakan lebih dari satu tahun, bahkan sebagian besar telah dipakai selama lebih dari dua tahun tanpa pernah diganti. Ini berarti, galon-galon tersebut sudah melampaui masa pakai yang disarankan dan tidak lagi memenuhi standar keamanan konsumsi.
Ketua Komunitas Konsumen Indonesia, David Tobing menegaskan, kondisi ini sangat mendesak untuk ditangani secara serius.
"Ini kondisi yang harus segera ditangani. Kami menyebutnya ganula—singkatan dari galon lanjut usia. Artinya, galon ini seharusnya sudah ditarik dari peredaran karena sudah tidak lagi memenuhi standar keamanan," ujar David Tobing dalam keterangan resminya di Jakarta.
Secara umum, galon guna ulang terbuat dari bahan plastik polikarbonat, yang secara teknis hanya direkomendasikan untuk digunakan sebanyak maksimal 40 kali pengisian ulang, atau kira-kira setara dengan satu tahun masa pakai. Jika pemakaian melebihi batas tersebut, struktur material plastik dapat mulai mengalami kerusakan mikro yang tidak terlihat secara kasat mata. Kerusakan ini dapat menyebabkan pelepasan zat kimia berbahaya ke dalam air, terutama senyawa bernama Bisphenol A (BPA). BPA merupakan senyawa kimia yang telah diketahui secara ilmiah berpotensi mengganggu sistem endokrin atau hormon dalam tubuh manusia jika terakumulasi dalam jangka waktu lama.
Lebih lanjut, David juga mengungkapkan bahwa perlakuan terhadap galon dalam proses distribusi dan pengisian ulang turut memperburuk kondisi tersebut. Berdasarkan temuan KKI, sebanyak 75 persen galon didistribusikan menggunakan kendaraan terbuka seperti truk bak tanpa penutup, sehingga galon-galon tersebut secara langsung terpapar sinar matahari dalam waktu lama. Paparan panas berlebih dari sinar ultraviolet dapat mempercepat kerusakan struktur plastik dan meningkatkan potensi pelepasan BPA.
Di sisi lain, di banyak depot isi ulang, galon juga dicuci dengan cara yang tidak ramah material menggunakan detergen keras serta sikat kasar. Proses pencucian seperti ini berisiko menimbulkan goresan pada permukaan dalam galon, yang memperbesar kemungkinan peluruhan bahan kimia berbahaya ke dalam air minum yang dikonsumsi setiap hari.
“Masalah utama dari senyawa BPA adalah dampaknya tidak langsung terasa. Ia tidak menyebabkan penyakit secara mendadak, melainkan memicu gangguan secara perlahan dan akumulatif. Kita minum air setiap hari tanpa menyadari bahwa dengan bertambahnya usia galon, risiko yang kita hadapi pun semakin besar,” ujar David, menegaskan pentingnya kesadaran konsumen terhadap risiko penggunaan ganula.
Temuan ini menjadi semakin mengkhawatirkan ketika dikaitkan dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa sekitar 40 persen populasi Indonesia atau sekitar 111 juta jiwa mengandalkan air minum dalam kemasan galon sebagai sumber utama konsumsi air harian mereka. Ini berarti, jutaan orang setiap harinya berpotensi terekspos terhadap kandungan BPA tanpa mereka sadari, hanya karena galon yang digunakan sudah melewati masa aman pakainya.
Melihat kenyataan tersebut, KKI menyerukan agar pemerintah segera mengambil langkah konkret. Mereka mendesak pemerintah untuk menetapkan regulasi yang jelas dan tegas mengenai batas usia pemakaian galon guna ulang, serta menetapkan standar teknis dalam penanganan, pencucian, dan distribusi galon yang menjamin keamanan air minum bagi konsumen.
“Air minum yang aman seharusnya tidak membawa risiko tersembunyi bagi kesehatan kita,” tegas David. ***