Literasi Finansial Digital, Kunci Hadapi Hoaks dan Misinformasi Aplikasi Keuangan

Iwan Supriyatna Suara.Com
Senin, 04 Agustus 2025 | 07:53 WIB
Literasi Finansial Digital, Kunci Hadapi Hoaks dan Misinformasi Aplikasi Keuangan
Ilustrasi literasi finansial digital. [shutterstock]

Suara.com - Di tengah maraknya penggunaan aplikasi keuangan digital, tingkat literasi finansial masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2022 mencatat indeks literasi keuangan nasional baru mencapai 49,68 persen.

Artinya, lebih dari separuh penduduk Indonesia belum memiliki pemahaman yang cukup tentang pengelolaan keuangan pribadi, risiko, maupun legalitas suatu platform keuangan.

Kemudahan akses terhadap berbagai aplikasi keuangan sering kali tidak dibarengi dengan pengetahuan dasar yang memadai. Banyak pengguna tergiur oleh iming-iming keuntungan cepat tanpa mengetahui bagaimana sistem itu berjalan. Informasi yang beredar di media sosial pun kerap mengandung hoaks atau klaim sepihak, tanpa dasar yang jelas.

Pola yang sama terlihat dalam fenomena meningkatnya tuduhan terhadap platform digital, mulai dari label "ponzi", "money game", hingga "binary option", yang sering kali dilemparkan tanpa analisis menyeluruh.

Tuduhan tersebut bisa berasal dari kesalahpahaman pengguna, atau sengaja disebarkan oleh pihak-pihak tertentu. Sayangnya, publik sering kali tidak dibekali dengan kemampuan untuk memilah antara argumen rasional dan opini emosional. Padahal, edukasi menjadi kunci untuk memahami konteks dan risiko di balik layanan digital.

Menjawab tantangan ini, GS Community Indonesia hadir sebagai gerakan edukatif berbasis komunitas. Komunitas ini membekali anggotanya dengan pemahaman dasar seputar dunia keuangan digital.

“Kami ingin semua pengguna punya daya kritis, bukan hanya ikut-ikutan atau percaya karena ramai dibicarakan,” kata Sharly, salah satu penggerak GS Community, Senin (4/8/2025).

Komunitas ini menekankan bahwa edukasi finansial harus mencakup cara mengenali platform legal, membedakan mana edukasi dan mana money game, hingga mengenal risiko dari kontrak digital.

Lewat kelas daring, forum diskusi, dan konten edukatif, GS Community mencoba merespons keraguan publik bukan dengan bantahan emosional, tapi dengan pendekatan data.

Baca Juga: Gegara Hoaks Ada Bom, Lion Air Terpaksa Ganti Pesawat dan Periksa Ulang 184 Orang Penumpang

“Banyak orang bingung karena tidak tahu harus bertanya ke siapa. Di komunitas ini, kami belajar bareng dan saling bantu untuk pahami risikonya,” ujar Sharly.

Tak hanya bergerak di ruang digital, GS Community juga aktif secara sosial. Mereka rutin mengadakan program donasi alat tulis, dukungan pendidikan, dan kegiatan sosial lain seperti bakti sosial untuk lansia.

Kegiatan offline ini menjadi perpanjangan dari semangat komunitas, bahwa literasi bukan hanya untuk keuntungan pribadi, tapi juga kontribusi sosial yang nyata.

Salah satu inisiatif penting GS Community adalah misi mereka mencetak 1.000 edukator finansial dari masyarakat umum. Tujuannya agar informasi yang sehat dan rasional bisa menyebar lebih luas ke lingkungan masing-masing.

“Satu-satunya cara menjawab tuduhan dan keraguan adalah lewat data, akal sehat, dan edukasi berkelanjutan. Bukan dengan promosi, bukan juga dengan serangan balik,” tambah Sharly.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI