Bu Sri Mulyani, Pajak Beda dengan Wakaf dan Zakat: Ini Penjelasan Fiqih dan Ulama

M Nurhadi Suara.Com
Kamis, 14 Agustus 2025 | 12:48 WIB
Bu Sri Mulyani, Pajak Beda dengan Wakaf dan Zakat: Ini Penjelasan Fiqih dan Ulama
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (Instagram/smindrawati)

Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali memicu diskusi publik setelah menyamakan pembayaran pajak dengan zakat dan wakaf.

Dalam Sarasehan Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah pada Rabu, 13 Agustus 2025, ia menyebut bahwa ketiga hal ini memiliki manfaat serupa, yaitu mengalirkan kembali harta kepada mereka yang membutuhkan.

"Dalam setiap rezeki dan harta yang kamu dapatkan ada hak orang lain. Caranya hak orang lain itu diberikan ada yang melalui zakat, wakaf, ada yang melalui pajak. Dan pajak itu kembali kepada yang membutuhkan," ujarnya.

Menurut mantan pejabat Bank Dunia tersebut, pajak yang dibayarkan oleh masyarakat disalurkan melalui berbagai program pemerintah untuk membantu kelompok menengah ke bawah.

Ia mencontohkan, di bidang pendidikan, pemerintah telah meresmikan Sekolah Rakyat untuk anak-anak kurang mampu dengan fasilitas asrama dan makan gratis.

Di sektor pertanian, ada subsidi pupuk dan bantuan alat pertanian. Sementara di bidang kesehatan, pajak digunakan untuk pembangunan fasilitas seperti puskesmas, posyandu, hingga rumah sakit. Semua ini, menurutnya, adalah bentuk pengembalian pajak kepada masyarakat yang membutuhkan.

Namun, apakah pajak bisa disamakan dengan zakat dan wakaf? Ternyata tidak.

Umat Islam membayar zakat fitrah kepada amil zakat di Masjid Istiqlal, Jakarta [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Umat Islam membayar zakat fitrah kepada amil zakat di Masjid Istiqlal, Jakarta [Suara.com/Angga Budhiyanto]

Perbedaan Dasar Zakat dan Pajak Menurut Kajian Fiqih

Pernyataan Sri Mulyani ini memicu perdebatan, terutama dari sisi pandang agama. Pengurus Wilayah Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jatim, Kiai Agus H Zahro Wardi, menegaskan bahwa secara fiqih, pajak tidak bisa disamakan dengan zakat.

Baca Juga: Sri Mulyani: Bayar Pajak Sama Mulianya Seperti Zakat dan Wakaf

Menurut Kiai yang juga anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim, pajak adalah kewajiban yang dibebankan kepada seluruh warga negara Indonesia, baik muslim maupun non-muslim, untuk membantu pembangunan negara.

Sementara zakat adalah ibadah maliyah (harta) yang bersifat spesifik, hanya diwajibkan kepada umat Islam dengan tata cara dan ukuran tertentu.

"Oleh sebab itu, menurut kacamata fiqih tidak bisa jika membayar pajak sama dengan zakat atau zakat ini bisa diniati untuk membayar pajak," ungkap Gus Zahro, dikutip melalui NU Online.

Ia juga menjelaskan bahwa zakat memiliki makna ibadah yang suci, di mana harta yang dikeluarkan berfungsi untuk membersihkan harta secara keseluruhan dari hal-hal yang tidak jelas (syubhat) serta menyucikan hak orang lain yang ada di dalamnya.

Perbedaan Utama Antara Zakat dan Pajak

Untuk memahami lebih dalam, ada beberapa perbedaan fundamental antara zakat dan pajak yang perlu diketahui, di antaranya:

1. Cara Pengelolaan

Pengelola zakat disebut amil, yaitu mereka yang dipercaya untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat kepada yang berhak. Lembaga-lembaga seperti masjid atau badan amil nasional yang terpercaya seperti Dompet Dhuafa sering bertindak sebagai amil.

Sementara itu, pengelola pajak adalah negara melalui lembaga resminya, yaitu Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pengelolaannya diatur dalam undang-undang, dan masyarakat tidak diperbolehkan membuat kepengurusan pajak sendiri.

2. Tujuan dan Penerima Manfaat

Zakat memiliki tujuan spesifik untuk disalurkan kepada delapan golongan penerima (asnaf) yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an Surat At-Taubah ayat 60, seperti fakir, miskin, dan yatim. Penyalurannya bisa dalam bentuk dana, makanan, atau program pemberdayaan.

Sedangkan pajak, disalurkan ke setiap sektor masyarakat dalam cakupan yang luas, bukan hanya untuk membantu rakyat miskin.

Pajak digunakan untuk pembiayaan kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur jalan, jalan tol, layanan BPJS, subsidi pendidikan, bahkan untuk menggaji para pejabat dan Aparatur Sipil Negara (ASN).

3. Syarat yang Dikenakan

Syarat membayar zakat sangatlah spesifik, yaitu seorang muslim, berakal sehat, balig, serta harta yang dimiliki telah mencapai batas nisab dan haul (minimal jumlah dan waktu kepemilikan). Persyaratan ini telah diatur dalam hadis dan kesepakatan ulama.

Sementara itu, syarat membayar pajak tidak memandang agama. Setiap penduduk wajib membayar pajak jika pendapatannya telah memenuhi syarat minimal yang ditentukan oleh negara.

Di Indonesia, hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016, di mana penduduk yang memiliki pendapatan minimal Rp54 juta per tahun (atau Rp4,5 juta per bulan) wajib membayar pajak.

Pajak dan zakat memang sama-sama berfungsi sebagai instrumen redistribusi kekayaan, namun keduanya memiliki dasar hukum, tujuan, dan mekanisme yang berbeda secara mendasar.

Zakat adalah perintah langsung dari Allah SWT dan merupakan ibadah yang hukumnya wajib bagi umat muslim yang mampu, sedangkan pajak adalah kewajiban konstitusional bagi seluruh warga negara sebagai bentuk kesepakatan sosial dalam membangun negara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI