- Menteri Keuangan Purbaya akan mengkaji ulang APBN 2026
- Pemerintah berupaya menurunkan tarif impor AS
- Pertamina Geothermal Energy (PGEO) memulai produksi hidrogen hijau
Suara.com - Dari awal pekan hingga Kamis (11/9/2025) kemarin, diwarnai oleh sejumlah berita penting dari sektor ekonomi yang menunjukkan dinamika kebijakan pemerintah di bawah kepemimpinan baru.
Sorotan utama datang dari Kementerian Keuangan, yang berencana mengkaji ulang rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026.
Sementara itu, pemerintah juga tengah aktif melakukan diplomasi ekonomi di tingkat internasional, dan terobosan baru dalam sektor energi hijau mulai terlihat.
Menkeu Purbaya Kaji Ulang Anggaran, Target Defisit Berpotensi Berubah
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang baru dilantik, mengumumkan rencana untuk meninjau kembali draf APBN 2026 yang sebelumnya telah diajukan ke parlemen.
Salah satu tujuan utama dari peninjauan ini adalah untuk menyesuaikan rencana anggaran, khususnya dalam upaya meningkatkan transfer dana ke pemerintah daerah.
Ketika ditanya oleh awak media mengenai apakah peninjauan tersebut akan mencakup perubahan pada target defisit fiskal, Purbaya memberikan jawaban yang mengisyaratkan fleksibilitas.
"Mungkin berubah, mungkin tidak. Bisa lebih tinggi, bisa lebih rendah, kita lihat nanti," ujarnya.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak menutup kemungkinan untuk mengubah target defisit, tergantung pada kebutuhan dan strategi fiskal yang akan dijalankan ke depan.
Baca Juga: dr. Tirta Puji Gaya 'Bar-bar' Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa: Asal Kinerjanya Sesuai!
Perubahan defisit merupakan langkah signifikan yang akan menjadi perhatian para investor dan lembaga pemeringkat utang, karena berhubungan langsung dengan kemampuan negara dalam mengelola keuangan.
Indonesia Berupaya Turunkan Tarif Impor AS untuk Komoditas Unggulan
Di bidang perdagangan internasional, Indonesia berencana untuk mengupayakan penurunan tarif impor dari Amerika Serikat untuk sejumlah komoditas unggulan.
Upaya ini akan dilakukan dalam pertemuan bilateral di Washington pada bulan September.
Menurut laporan dari kantor berita Antara yang dikutip oleh Bloomberg, Duta Besar Indonesia untuk AS, Dwisuryo Indroyono Soesilo, menyatakan bahwa negosiasi akan difokuskan pada produk-produk strategis seperti minyak kelapa sawit, nikel, dan tembaga.
Selain itu, pemerintah juga berupaya agar Amerika Serikat menurunkan tarif untuk produk-produk lain, termasuk udang, kayu, dan furnitur.
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar Amerika Serikat dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Terobosan Energi Hijau: Pertamina Geothermal Produksi Hidrogen
Sektor energi hijau juga mencatatkan kemajuan. Pertamina Geothermal Energy (PGEO) akan mulai memproduksi hidrogen hijau di pabriknya yang berlokasi di Provinsi Lampung.
Proyek ini merupakan inisiatif yang didukung oleh Kementerian Investasi, yang bertujuan untuk memanfaatkan sumber energi panas bumi dalam memproduksi hidrogen ramah lingkungan.
Berdasarkan pernyataan resmi dari Kementerian Investasi, target produksi harian hidrogen hijau di fasilitas tersebut adalah sekitar 100 kilogram.
Produksi hidrogen hijau ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk transisi menuju energi bersih dan mengurangi emisi karbon, sekaligus membuka peluang baru dalam pengembangan industri energi terbarukan di tanah air.
Di tengah semua perkembangan ini, Bank Indonesia (BI) diprediksi akan mempertahankan suku bunga acuannya pada pertemuan di bulan September.
Kebijakan ini dinilai sebagai langkah untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mempertahankan kepercayaan pasar, di tengah ketidakpastian ekonomi global dan dinamika domestik.