-
BI diperkirakan akan memangkas suku bunga 25 bps menjadi 4,5%.
-
Inflasi inti stabil dan cadangan devisa kuat mendukung pelonggaran.
-
Namun, BI bisa jeda karena ketidakpastian arah kebijakan The Fed
Suara.com - Bank Indonesia (BI) diramal bakal memangkas suku bunganya pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar 22-23 Oktober 2025.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, suku bunga bakal dipangkas 25 bps menjadi 4,5 persen. Hal ini dikarenakan meningkatkan tekanan di pasar.
"Kami memproyeksikan RDG BI bulan ini cenderung mempertimbangkan untuk kembali memangkas BI Rate sebesar 25 bps ke 4,50 persen, meskipun ruang untuk jeda masih terbuka bila tekanan pasar keuangan kembali meningkat menjelang keputusan The Fed," katanya saat dihubungi Suara.com, Rabu (23/10/2025).
Menurut dia, tingkat kebijakan saat ini berada jauh di atas inflasi inti yang relatif stabil sehingga suku bunga riil tetap tinggi. Dengan selisih lebih dari dua terhadap perkiraan inflasi inti tahun depan.
"Ruang pelonggaran masih tersedia tanpa mengorbankan tujuan menjaga daya beli," ujar Josua Pardede.
Kata dia, kenaikan inflasi pada September terutama berasal dari kelompok pangan yang bergejolak.
Sedangkan, inflasi inti tidak menunjukkan lonjakan, sehingga risiko harga dari sisi permintaan masih terkendali.
"Dari sisi pertumbuhan, transmisi pelonggaran mulai terasa melalui perbaikan likuiditas perbankan setelah penempatan dana pemerintah, yang membantu bank menurunkan ketergantungan pada dana mahal," bebernya.
Namun, sinyal kegiatan domestik belum kuat karena kepercayaan konsumen pada September turun ke titik terendah hampir empat tahun.
Baca Juga: Aliran Modal Asing yang Minggat dari Indonesia Tembus Rp 16,61 Triliun
Kombinasi kebutuhan mendorong pemulihan permintaan dengan tetap menjaga kehati-hatian membuat pilihan pemangkasan terukur tampak logis, alih-alih menunggu terlalu lama hingga siklus kredit benar-benar berbalik. Stabilitas nilai tukar menjadi penentu.
Tekanan di pasar valas pada September ternyata relatif terkendali walau terjadi arus keluar portofolio dalam negeri yang mencapai rekor era pascapandemi.
Ada tiga penyangga utama yang menjelaskan kenapa pelemahan rupiah tidak sedalam episode sebelumnya.
Pertama, surplus perdagangan bahan baku melebar didorong kenaikan ekspor minyak sawit dan logam, sehingga pasokan valas di pasar spot bertambah.
Kedua, intervensi BI yang lebih terdiversifikasi, tidak hanya di pasar spot tetapi juga melalui transaksi lindung nilai di dalam dan luar negeri, membantu meredam gejolak.
Ketiga, faktor revaluasi cadangan sejalan dengan pergerakan imbal hasil obligasi Amerika, penguatan euro, dan kenaikan harga emas.