- Pakar energi menekankan perlunya pengujian ketat terhadap BBM alternatif Bobibos untuk memastikan pemenuhan standar seperti titik nyala dan RON sebelum komersialisasi.
- Bobibos dikategorikan sebagai bioetanol yang dikembangkan pemerintah melalui program EBT, namun keberlanjutan bergantung pada jaminan ketersediaan bahan baku seperti biomassa.
- Kementerian ESDM menyatakan uji mutu BBM baru memakan waktu minimal delapan bulan, dan pengembang Bobibos baru mengajukan permohonan uji laboratorium, bukan sertifikasi.
Suara.com - Sejumlah pakar menilai memang perlu adanya pengujian untuk mengsahkan bahan bakar minyak (BBM) baru seperti Bobibos.
Uji coba diperlukan untuk memastikan aspek keselamatan, performa mesin, serta kesesuaian standar sebelum bahan bakar tersebut dapat beredar secara komersial di masyarakat.
"Iya pasti, karena sebagai BBM alternatif harus memenuhi standar beberapa parameter misal titik nyala, RON dan sebagainya," ujar pakar energi dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Syarifuddin Nojeng seperti dikutip, Rabu (19/11/2025).
![BBM ramah lingkungan baru, Bobibos. [Instagram].](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/11/06/63441-bbm-bobibos.jpg)
Selain itu, Syarifuddin menjelaskan Bobibos termasuk kategori bioetanol yang saat ini terus dikembangkan pemerintah lewat sejumlah program energi baru terbarukan (EBT).
Ia menilai inovasi seperti ini berpotensi mendorong bauran energi bersih di sektor transportasi.
“Bobibos termasuk kelompok bioetanol yang terus dikembangkan melalui program E1 dan seterusnya, sampai menuju tingkat keekonomian yang layak,” kata dia.
Syarifuddin menegaskan, seperti halnya berbagai jenis biodiesel yang dikembangkan secara bertahap, Bobibos tetap membutuhkan riset lebih lanjut sebelum benar-benar siap dipasarkan. Ia melanjutkan, riset menjadi faktor penting karena inovasi bioenergi dapat memberi kontribusi langsung pada target bauran energi nasional.
Namun, ia mengingatkan bahwa ketersediaan bahan baku seperti jerami atau biomassa lain tetap harus dijamin agar pengembangan Bobibos berkelanjutan.
"Pemerintah harus mengakomodasi terutama hasil riset dari PT ataupun lembaga riset lainnya. Misalnya BRIN dan lembaga riset harus pula berkolaborasi dengan swasta sehingga terjadi link and match," jelasnya.
Baca Juga: Kementerian ESDM Ungkap Butuh Dana Rp 61 T untuk Capai Rasio Elektrifikasi 100 Persen
Sementara, Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik, M Kafrawy Saenong, mengingatkan bahwa hasil uji laboratorium mandiri yang dilakukan oleh pihak Bobibos tidak cukup untuk memastikan keamanan penggunaan bagi masyarakat. "Apakah langkah pemerintah sudah tepat melakukan uji coba sebelum dipasarkan? Ya tentu saya sepakat. Karena jangan sampai bahan bakar ini malah menjadi bencana bagi masyarakat (jika tanpa uji coba yang layak)," imbuh Kafrawy.
Menurutnya, pemerintah harus memberi ruang dan dukungan bagi inovasi energi yang lahir dari dalam negeri, termasuk Bobibos. Ia menyebut dukungan tersebut penting mengingat bahan bakar alternatif dibutuhkan untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
"Ya tentu dalam hal inovasi, tentu pemerintah harus melakukan dukungan ya, dan ya kalau memang ini menjadi sebuah bahan bakar baru, ya tentu ini menjadi hal yang menggembirakan," ucap Kafrawy.
Ia juga meminta publik menunggu hasil uji edar resmi sebelum menarik kesimpulan terkait klaim penggunaan 100 persen jerami dalam produksi Bobibos. Ia menyinggung pengalaman buruk masyarakat terhadap klaim bahan bakar alternatif sebelumnya yang tidak menghasilkan apapun.
"Ya tentu kita tidak mau benar kejadian seperti bahan bakar yang dulu Nikuba atau bahan bakar air itu masih menjadi tanda tanya, karena itu ternyata implementasinya tidak ada. Dan sekali lagi kita masih menanti pengumuman resmi setelah ada uji edar," ujarnya.
ESDM Lakukan Uji Mutu
Sebelumnya, Kementerian ESDM menegaskan produk BBM baru seperti Bobibos harus melalui proses uji mutu sebelum dinyatakan layak digunakan masyarakat. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Laode Sulaeman mengatakan proses uji BBM tersebut minimal delapan bulan.
"Tapi seperti yang saya jelaskan, untuk menguji suatu BBM lalu menjadi bahan bakar, itu minimal delapan bulan, baru kita putuskan apakah ini layak atau tidak," kata Laode.
Ia juga meluruskan kabar soal produk tersebut telah memperoleh sertifikasi dari Lemigas. Menurut Laode, hingga saat ini pihak pengembang baru mengajukan permohonan uji laboratorium dan hasilnya masih bersifat tertutup.
"Jadi gini, mereka mengusulkan uji di laboratorium kami. Tapi kan hasil ujinya kan ini masih secret agreement, maksudnya masih tertutup ya. Saya belum bisa menyampaikan tersebut. Dan kalau minta uji berarti kan hasilnya laporan hasil uji, bukan sertifikasi ya. Ini saya perlu luruskan, biar tidak terjadi simpang siur. Kemarin saya juga dapat, oh sudah disertifikasi. Saya luruskan di sini bahwa ini belum disertifikasi," pungkas Laode.