- Harga minyak dunia naik signifikan pada Kamis (18/12/2025) akibat ketegangan geopolitik Amerika Latin.
- Presiden AS Donald Trump memicu kenaikan harga dengan memblokade jalur distribusi minyak Venezuela.
- Blokade dan pelabelan rezim Maduro sebagai teroris menimbulkan kekhawatiran serius mengenai pasokan energi global.
Suara.com - Pasar energi global kembali memanas pada perdagangan Kamis (18/12/2025). Harga minyak dunia mencatatkan kenaikan signifikan hampir satu dolar di pasar Asia, dipicu oleh ketegangan geopolitik terbaru di kawasan Amerika Latin.
Kebijakan drastis yang diambil oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terkait blokade jalur distribusi minyak Venezuela menjadi katalis utama yang menggetarkan para pelaku pasar dan investor di seluruh dunia.
Langkah Washington yang secara mendadak menghentikan arus keluar-masuk tanker minyak di Venezuela telah memicu kekhawatiran akan pengetatan pasokan secara global.
Hal ini terjadi di tengah laporan bahwa sebagian besar aktivitas ekspor dari negara tersebut masih dalam status ditangguhkan, menambah ketidakpastian di lantai bursa komoditas.
Berdasarkan data terbaru dari Investing.com, harga minyak mentah mengalami penguatan yang cukup solid.
Jenis West Texas Intermediate (WTI) AS terpantau naik 98 sen, atau menguat sekitar 1,7 persen, hingga menyentuh level USD 56,89 per barel. Sebelumnya, harga WTI bahkan sempat melonjak lebih dari satu dolar di awal sesi perdagangan.
Setali tiga uang, minyak mentah standar global, Brent, juga menunjukkan tren kenaikan. Harga Brent terkerek naik 92 sen atau sekitar 1,54 persen, yang menempatkan posisinya di angka $60,60 per barel.
Kenaikan harga secara serentak ini mencerminkan respons cepat pasar terhadap potensi gangguan distribusi energi dari salah satu pemilik cadangan minyak terbesar di dunia tersebut.
Blokade Trump dan Label Organisasi Teroris
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Turun, di Tengah Menguatnya Perdamaian Rusia-Ukraina
Pemicu utama gejolak ini bermula pada Selasa (16/12/2025), ketika Presiden Donald Trump secara resmi memerintahkan blokade terhadap seluruh kapal tanker minyak yang mencoba masuk atau keluar dari wilayah perairan Venezuela.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya peningkatan tekanan terhadap pemerintahan Presiden Nicolas Maduro.
Selain memerintahkan blokade fisik lewat kekuatan maritim, Trump juga memberikan label kepada pemerintahan Maduro sebagai organisasi teroris asing.
Meskipun blokade tengah berlangsung, kondisi internal industri perminyakan di Venezuela sendiri sedang berjuang menghadapi tantangan teknis.
Sebagian besar ekspor dilaporkan tertunda sejak Rabu akibat blokade tersebut. Di sisi lain, perusahaan minyak milik negara Venezuela, PDVSA, baru saja memulai kembali proses pemuatan minyak mentah dan kargo bahan bakar.
Sebelumnya, operasional PDVSA sempat lumpuh total akibat serangan siber masif yang menargetkan sistem mereka. Sementara itu, di tengah blokade yang ketat, kapal-kapal milik raksasa energi AS, Chevron, dikabarkan masih terus berangkat menuju Amerika Serikat.
Hal ini dimungkinkan karena Chevron masih memegang otorisasi khusus yang diberikan oleh pemerintah AS sebelumnya, menciptakan anomali di tengah kebijakan blokade total yang sedang berjalan.
Analisis Pasar: Kekhawatiran Gangguan Pasokan
Analis pasar melihat langkah AS ini sebagai upaya tak terduga yang mengubah dinamika perdagangan minyak di penghujung tahun 2025. Pengetatan ini memaksa para spekulan dan manajer dana untuk melakukan evaluasi ulang terhadap posisi mereka.
"Meskipun detail penegakan hukum masih belum jelas, peningkatan tekanan AS yang tak terduga terhadap rezim Maduro telah memicu kekhawatiran akan gangguan pasokan dan memicu aksi beli kembali di pasar yang jenuh jual," kata analis pasar IG, Tony Sycamore, dalam sebuah catatan.
Ketegangan ini sebenarnya sudah mulai terlihat pada pekan lalu, ketika badan keamanan penjaga pantai AS menyita sebuah tanker super bernama Skipper di dekat perairan Venezuela.
Penyitaan kargo minyak tersebut menjadi sejarah baru sebagai aksi penyitaan fisik pertama yang dilakukan AS terhadap komoditas dari Venezuela, yang kini menjadi sinyal kuat bahwa blokade saat ini bukan sekadar gertakan politik.