- Hingga kuartal III-2025, MBMA sukses membukukan pendapatan sebesar US$ 935 juta.
- Peningkatan ini membuktikan ketahanan margin Perseroan meskipun harus menahan hambatan biaya operasional dan menjaga harga komoditas.
- Salah satu penopang utama kinerja MBMA adalah Tambang SCM.
Suara.com - PT Merdeka Battery Materials Tbk (BEI: MBMA) baru saja merilis laporan kinerja keuangan dan operasional untuk periode sembilan bulan yang berakhir pada 30 September 2025 (9M 2025). Hasilnya, anak usaha Grup Merdeka ini mencatatkan pertumbuhan berarti memiliki dinamika global.
Hingga kuartal III-2025, MBMA sukses membukukan pendapatan sebesar US$ 935 juta. Angka yang paling mencolok adalah pencapaian EBITDA (pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) yang melonjak 22 persen menjadi US$ 140 juta.
Peningkatan ini membuktikan ketahanan margin Perseroan meskipun harus menahan hambatan biaya operasional dan menjaga harga komoditas.
Salah satu penopang utama kinerja MBMA adalah Tambang SCM. Produksi penambangan nikel di tambang ini mencapai 14,5 juta ton, atau meroket 68 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Peningkatan ini didorong oleh kenaikan produksi limonit sebesar 48 persen dan saprolit yang melonjak tajam hingga 135 persen. Hebatnya, MBMA berhasil menjaga efisiensi biaya kas (cash cost) di bawah US$ 25 per wmt untuk saprolit dan US$ 13 per wmt untuk limonit, meski ada tekanan dari kebijakan bahan bakar B40 dan kenaikan royalti.
Diketuai oleh Direktur MBMA, Teddy Oetomo, menegaskan bahwa perusahaan saat ini lebih fokus pada penciptaan nilai daripada sekadar mengejar volume produksi.
"Kinerja 9M 2025 menegaskan fokus MBMA pada penciptaan nilai. Peningkatan margin NPI dan biaya kas mencerminkan manfaat dari model terintegrasi penambangan hingga pengolahan," ujar Teddy dalam keterangan resminya.
Meskipun produksi Nickel Pig Iron (NPI) sempat turun 17 persen karena adanya pemeliharaan rutin, margin NPI justru tetap kuat di angka US$ 1.866 per ton nikel. Hal ini terjadi karena MBMA semakin mandiri dengan menggunakan 80 persen produksi nikel dari tambang sendiri (SCM), naik drastis dari tahun lalu yang hanya 48 persen.
Menatap masa depan, MBMA terus tancap gas dalam proyek hilirisasi nikel untuk bahan baku baterai kendaraan listrik. Beberapa poin penting dalam pengembangan proyek mereka antara lain:
Baca Juga: Anak Usaha MDKA Reklamasi Lahan Seluas 84,96 Hektare di Tujuh Bukit
Pabrik HPAL: PT ESG New Energy Material dan PT Meiming sudah mulai berproduksi. Sementara itu, PT Sulawesi Nickel Cobalt (SLNC) sedang membangun pabrik HPAL raksasa berkapasitas 90.000 ton per tahun yang ditargetkan mulai beroperasi (commissioning) pada pertengahan tahun 2026.
Proyek AIM: Fasilitas Pabrik Acid Iron Metal (AIM) yang dikelola PT Merdeka Tsingshan Indonesia (MTI) memasuki tahap akhir komisioning. Pabrik pirit hingga katoda tembaga ini diharapkan beroperasi penuh pada akhir 2025.
HGNM Kembali Beroperasi: Produksi High-Grade Nickel Matte (HGNM) telah dimulai kembali pada Oktober 2025 setelah mendapatkan kontrak dengan nilai ekonomi yang lebih menguntungkan.
Dengan posisi likuiditas yang solid dan jalur pertumbuhan yang jelas dalam transisi energi hijau, MBMA optimis dapat terus memberikan imbal hasil berkelanjutan bagi para pemegang saham.