Langkah Keliru Danantara: Akuisisi Hotel di Mekkah Dinilai Berisiko dan Tabrak Mandat Investasi

Senin, 22 Desember 2025 | 13:39 WIB
Langkah Keliru Danantara: Akuisisi Hotel di Mekkah Dinilai Berisiko dan Tabrak Mandat Investasi
Langkah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) mengakuisisi lahan dan Hotel Novotel Makkah Thakher City di Arab Saudi menuai kritik tajam. Foto Antara
Baca 10 detik
  • Danantara akuisisi hotel di Mekkah dinilai berisiko rugi karena operasional musiman yang mahal. 
  • Danantara abai mandat investasi domestik; kontribusi investasi PDB perlu didorong di dalam negeri.
  • Akuisisi properti di Arab Saudi berpotensi picu masalah tata kelola dan risiko hukum di masa depan.

Suara.com - Langkah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) mengakuisisi lahan dan Hotel Novotel Makkah Thakher City di Arab Saudi menuai kritik tajam.

Kebijakan ini dinilai sebagai keputusan yang "salah kaprah" karena mengabaikan logika bisnis serta mandat utama lembaga untuk menggerakkan ekonomi domestik.

Direktur NEXT Indonesia Center sekaligus pengamat BUMN, Herry Gunawan, mengungkapkan bahwa investasi di properti Mekkah tersebut memiliki risiko finansial yang besar bagi negara.

Jebakan Musiman dan Kalkulasi Bisnis yang Lemah

Herry menyoroti bahwa bisnis perhotelan di Mekkah sangat bergantung pada musim haji yang hanya berlangsung satu bulan. Sementara 11 bulan sisanya, hotel berisiko sepi namun biaya operasional tetap berjalan.

"Laba saat musim haji bisa minus karena digunakan untuk 'nombok' biaya operasional setahun," jelas Herry. Ia menambahkan, kapasitas hotel tersebut hanya mampu menampung 4.383 jemaah, sangat kecil dibanding total 200 ribu jemaah haji Indonesia. Selain itu, Danantara tidak bisa memaksa penyelenggara umrah menggunakan hotel tersebut karena pasar umrah bersifat kompetitif dan sangat bergantung pada harga serta lokasi.

Mengabaikan Hilirisasi dan PDB Dalam Negeri

Kritik paling fundamental berkaitan dengan mandat Danantara sesuai PP No. 10 Tahun 2025 dan UU BUMN No. 16 Tahun 2025. Lembaga ini seharusnya fokus mengakselerasi investasi di dalam negeri sebagai komponen terbesar kedua dalam Produk Domestik Bruto (PDB).

Herry membandingkan kondisi Indonesia dengan India dan China yang memiliki kontribusi investasi terhadap PDB di atas 30%-40%, sehingga mampu tumbuh 6-8% per tahun. Sedangkan Indonesia masih tertahan di rata-rata 29%.

Baca Juga: Danantara dan BRI Terjun Langsung ke Lokasi Bencana Kab Aceh Tamiang Salurkan Bantuan

"Pekerjaan rumah yang seharusnya jadi prioritas Danantara adalah mengakselerasi investasi di dalam negeri—baik melalui BUMN maupun kerja sama swasta—untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, alih-alih beli properti di Arab Saudi," tegasnya.

Persoalan Tata Kelola dan Risiko Hukum

Dari sisi tata kelola, Herry menilai Danantara tidak perlu memiliki properti fisik untuk menstabilkan harga sewa bagi jemaah. Skema sewa jangka panjang (10 tahun) dianggap lebih rasional karena risiko operasional ditanggung oleh pemilik hotel.

Selain itu, status perusahaan yang diakuisisi memicu kerancuan hukum. Jika perusahaan tersebut dianggap BUMN namun kepemilikan sahamnya belum jelas diatur sebagai hak istimewa negara, hal ini akan mempersulit audit oleh BPK.

"Potensi kerugian dalam akuisisi hotel dan lahan itu berpotensi menjadi masalah hukum di kemudian hari, seperti yang sering terjadi pada banyak kasus BUMN selama ini," pungkas Herry.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI