“Semua orang akan mengatakan untuk mengambil pemain yang pertama karena lebih efektif. Sedangkan kami akan mengambil yang kedua karena untuk striker kami tak melihat seberapa efektif dia mencetak gol, namun seberapa konsisten ia menempatkan diri sehingga mendapat banyak peluang dengan kemungkinan mencetak gol lebih tinggi.”
Perumpamaan ini seperti halnya para penikmat sepak bola memahami statistik seperti Expected Goals (xG) dan Expected Assist (xA). Benham menggunakan statistik seperti itu.
Hanya saja, Benham memainkan konsep Moneyball ini dengan menyasar liga-liga kecil dan jarang mengambil pemain-pemain Inggris.
Sebagai contoh ada nama Said Benrahma yang diboyong hanya dengan 2,7 juta poundsterling dari klub kasta kedua Prancis dan berhasil dijual ke West Ham United dengan 26 juta poundsterling.
Tujuan Benham memainkan konsep Moneyball sendiri untuk menstabilkan keuangan klub serta mendapatkan pemain dengan talenta luar biasa yang bisa memberi dampak baik di lapangan maupun di luar lapangan (profit).
Perombakan paling penting yang pernah dilakukan Benham adalah menghapus akademi Brentford dan membuat tim Brentford B yang berisikan pemain muda.
Nyatanya sebelum menerapkan Moneyball di Brentford, Benham sendiri telah menerapkannya di FC Midtjylland, tim asal Denmark yang ia akuisisi dan ia kelola bersama koleganya, Rasmus Ankersen.
Keberhasilan Moneyball di FC Midtjylland hingga menjadi tim papan atas Denmark pun diterapkan di Brentford dan tahun 2021 ini menjadi buktinya.
Brentford mampu mendobrak kasta teratas Liga Inggris yang diikutinya pertama kali dengan kemenangan. Menarik dinantikan bagaimana kiprah The Bees di sisa musim ini.
Baca Juga: Diam-diam, Jack Grealish Ada di Aplikasi Kencan Khusus Selebritas
Akankah Brentford bisa bertahan dengan konsep Moneyball yang diterapkan Matthew Benham dalam ketatnya persaingan di Liga Inggris 2021/22?