Semua itu dimulai di Athena lewat pendekatan Fabio Capello yang pada akhirnya menghidupkan kembali pemikiran Catenaccio- sistem taktis yang menitikberatkan kekuatan pada pertahanan.
Kemenangan mengejutkan 4-0 AC Milan atas Barcelona bukan hanya tentang 'membunuh' the dream team saat itu, tapi juga menjadi hari kelahiran kembali taktik reaktif.
“Kalian lebih baik dari mereka, kamu akan menang,” demikian pesan yang dibagikan Cruyff kepada para pemainnya jelang final. Pesan yang justru menjadi bumerang bagi Barcelona.
Dengan bermain bertahan, Capello ternyata mampu mengeksploitasi kelemahan Barcelona. Pelatih asal Italia itu mengatur timnya untuk menekan hanya di setengah lapangan mereka sendiri, mencekik lini tengah Barca dengan blokade sempit sebelum melancarkan serangan balik cepat lewat sayap.
Usai kekalahan di final Champions League 1994, era keemasan Barcelona bersama Cruyff berakhir. Barcelona tidak lagi memenangi gelar hingga sang legenda dari Negeri Kincir Angin itu dipecat pada 1996.
Sedangkan bagi AC Milan, kemenangan cleansheet 4-0 di final ketika itu menjadi rekor yang belum terpatahkan di Champions League hingga saat ini.