Menurut Mochizuki, idealnya sepak bola putri dibina dari level anak-anak hingga ke jenjang liga profesional. Tanpa ekosistem berkelanjutan, sulit bagi tim nasional tampil optimal di level internasional.
Namun, ia tetap optimistis dan berkomitmen melanjutkan perjuangan membangun timnas putri Indonesia lebih baik ke depannya.
Jika melihat perkembangan sepak bola putri di negara-negara Asia lainnya, Indonesia memang masih tertinggal jauh.
Jepang dan Korea Selatan sudah lebih dahulu membangun liga profesional putri yang kuat, lengkap dengan sistem pembinaan pemain usia dini yang terstruktur.
Bahkan, negara-negara Asia Tenggara seperti Thailand dan Vietnam sudah memiliki liga putri reguler yang berjalan konsisten setiap tahun.
Kondisi berbeda terlihat di Indonesia. Minimnya kompetisi membuat regenerasi berjalan lambat.
Talenta baru sulit ditemukan karena kurangnya wadah berkompetisi, baik di level amatir maupun profesional.
Selain itu, masih banyak klub Liga 1 dan Liga 2 yang belum memiliki tim putri sebagai bagian dari struktur klub mereka.
Tantangan lainnya adalah soal ekosistem pendukung. Mulai dari keterbatasan fasilitas latihan yang ramah untuk atlet perempuan, hingga masih sedikitnya pelatih khusus sepak bola putri bersertifikasi.
Baca Juga: Azizah Salsha, Istri Pratama Arhan Dihujat Habis-habisan Promosi Piala Presiden 2025
Di sisi lain, dukungan sponsor dan eksposur media juga masih sangat minim, membuat sepak bola putri belum menjadi daya tarik secara komersial.
Padahal, jika dikelola dengan baik, potensi sepak bola putri Indonesia cukup besar. Antusiasme pemain muda perempuan mulai tumbuh di berbagai daerah, hanya saja masih terkendala pada akses pembinaan dan kompetisi yang memadai.
Ke depan, PSSI diharapkan mampu membangun piramida sepak bola putri secara bertahap. Dimulai dari pembinaan grassroots, kompetisi usia dini, hingga menciptakan Liga Putri yang berkelanjutan.
Dengan strategi jangka panjang, sepak bola putri Indonesia diharapkan bisa bangkit dan bersaing di level Asia.