Suara.com - Derby d’Italia kembali menghadirkan cerita besar. Juventus sukses menaklukkan Inter Milan dengan skor 4-3 dalam duel sarat gengsi pada pekan ketiga Serie A 2025/26 di Stadion Juventus, Sabtu waktu setempat.
Pertandingan ini menjadi salah satu laga paling menegangkan awal musim, dengan tujuh gol tercipta silih berganti.
Juventus lebih dulu unggul lewat Lloyd Kelly, namun Inter membalikkan keadaan melalui brace Hakan Calhanoglu dan gol Marcus Thuram.
Bianconeri kemudian bangkit berkat sumbangan Kenan Yildiz dan Khephren Thuram, sebelum Vasilije Adzic muncul sebagai pahlawan kemenangan lewat gol penentu di menit akhir.
Pelatih Juventus, Igor Tudor, menyebut kemenangan ini bukan hanya tiga poin semata, melainkan bukti bahwa timnya bisa bersaing di level tertinggi.
![Juventus menang dramatis 4-3 atas Inter Milan dalam laga penuh drama. [Dok. Juventus]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/09/14/96841-juventus.jpg)
“Ini kemenangan yang luar biasa karena kami bermain melawan tim yang penting dan berlevel tinggi. Kami tentu bisa mengatasi beberapa fase dengan lebih baik selama pertandingan, tapi kami senang,” ujarnya dikutip dari laman resmi klub.
Bagi Adzic, gol yang ia cetak terasa begitu spesial.
“Saya sudah bekerja keras untuk momen seperti ini, saya sudah menantikannya sejak sebelum saya tiba. Saya sangat senang, saya ingin berterima kasih kepada rekan satu tim dan seluruh staf atas kepercayaan mereka kepada saya,” ucapnya penuh emosional.
Hasil ini membuat Juventus mantap di puncak klasemen dengan 9 poin sempurna dari tiga laga, sementara Inter tertahan di peringkat ke-11 dengan baru mengoleksi tiga poin.
Baca Juga: Ketika Politik dan Ekonomi Turut Membakar Rivalitas Juventus vs Inter Milan
Rivalitas Abadi Bernama Derby d’Italia
Setiap kali Juventus dan Inter berjumpa, atmosfer Serie A selalu mendidih. Pertemuan kedua tim ini pertama kali dijuluki Derby d’Italia oleh jurnalis kenamaan Gianni Brera pada 1967.
Menurut Brera, duel ini mewakili dua kekuatan terbesar Italia—lebih panas bahkan dibandingkan derby sekota.
Asal-usul rivalitasnya berakar sejak 1960-an ketika Juventus dan Inter sama-sama dominan.
Pada masa itu, Bianconeri sudah mengoleksi 13 scudetto, sementara Nerazzurri mengantongi 10.
Persaingan keduanya juga dipengaruhi faktor geografis dan sosial, karena Turin dan Milan sama-sama pusat industri besar di Italia yang saling bersaing, termasuk di lapangan hijau.
Laga-Laga yang Tinggalkan Luka
Derby d’Italia tak hanya menghasilkan juara, tapi juga kontroversi yang membekas dalam sejarah Serie A. Salah satu yang paling diingat terjadi pada musim 1960/61.
Saat itu Inter sempat menang WO akibat kerusuhan suporter di Turin.
Namun banding Juventus diterima, laga diulang, dan Inter menurunkan tim Primavera sebagai protes. Hasilnya, Juve berpesta gol dengan kemenangan 9-1.
Kontroversi serupa juga meledak pada 1998. Inter yang diperkuat Ronaldo Nazario merasa dirugikan setelah sang bintang dijatuhkan Mark Iuliano di kotak penalti, namun wasit tidak memberikan pelanggaran.
Juventus kemudian menang 1-0 dan meraih scudetto, sementara Inter harus menelan kekecewaan mendalam.
Hingga kini, insiden itu masih dianggap sebagai salah satu momen paling kontroversial dalam sejarah Serie A.
Supremasi yang Tak Pernah Padam
Meski Inter juga memiliki rival sekota, AC Milan, tensi melawan Juventus selalu berbeda.
Juve saat ini masih tercatat sebagai klub tersukses di Italia dengan 36 scudetto, sedangkan Inter menguntit dengan 19 gelar.
Setiap kemenangan di Derby d’Italia tak pernah hanya soal klasemen, melainkan juga soal supremasi—siapa yang benar-benar pantas disebut penguasa Italia.
Pertemuan terbaru yang berakhir 4-3 untuk Juventus hanya menegaskan satu hal: persaingan abadi ini tak pernah kehilangan bara.
Kontributor: Adam Ali