
Namun, ketidakpuasan terhadap transparansi dan efektivitas LMK disebut-sebut menjadi alasan munculnya inisiatif direct licensing, yakni pembayaran langsung dari pengguna kepada pencipta lagu.
"Output dari sistem ini belum diuji dalam praktik. Belum ada kepastian mengenai efisiensinya, tarif yang adil, dan pajaknya," tambah Ariel.
Menurutnya, selama ini sistem LMK telah mencakup aspek perpajakan, sehingga jika ada perubahan sistem, maka regulasi mengenai pajak royalti juga perlu diperjelas.
" LMK harus secepatnya memperbaiki kinerjanya," harap Ariel.
Selain itu, Ariel juga menyoroti perlunya revisi Undang-Undang Hak Cipta agar lebih sesuai dengan perkembangan industri musik saat ini. Ia menekankan bahwa keterlibatan semua pihak, termasuk musisi, produser, LMK, serta pemerintah, sangat diperlukan dalam proses revisi tersebut.
"Jangan sampai keputusan diambil tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi seluruh ekosistem musik di Indonesia," tegasnya.
Ariel pun menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak dalam revisi Undang-Undang Hak Cipta agar solusi yang dihasilkan dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak. Namun pemertintah berperan aktif untuk membantu menyelesaikan persoalan ini hingga terbit undang-undang baru mengenai hak cipta.
"Jadi menurut saya yang paling penting negara harus hadir sementara waktu, sampai undang-undang yang baru selesai direvisi," terang Ariel.
Baca Juga: Makin Panas, Ahmad Dhani Sebut Penyanyi yang Tak Minta Izin ke Pencipta Lagu Tukang Nyolong