Armand Maulana Merespon, Intip Aturan Royalti Lagu Sesuai UU di Indonesia

M Nurhadi Suara.Com
Minggu, 25 Mei 2025 | 06:16 WIB
Armand Maulana Merespon, Intip Aturan Royalti Lagu Sesuai UU di Indonesia
Armand Maulana. [Trinity Optima Production]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Polemik seputar royalti lagu kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, giliran musisi senior Armand Maulana yang melontarkan kritik tajam terhadap sistem distribusi royalti di Indonesia. Vokalis band Gigi tersebut mempertanyakan transparansi lembaga yang mengelola royalti musik, dan mengaku tidak tahu-menahu soal pendapatan dari pemutaran lagu-lagunya selama ini.

Pernyataan Armand tersebut sontak menyulut diskusi publik. Warganet, musisi, dan bahkan pelaku industri hiburan pun turut menyoroti bagaimana aturan royalti lagu sesuai UU Hak Cipta sebenarnya bekerja, serta sejauh mana efektivitasnya di lapangan.

Armand Maulana bersama musisi Indonesia lainnya seperti Ariel Noah, Raisa, dan Bunga Citra Lestari mengajukan gugatan terhadap UU NOmor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Gugatan tersebut didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor 33/PUU.MK/AP3/03/2025. Para musisi tersebut tergabung dalam satu wadah bersama bernama VISI (Vibrasi Suara Indonesia). 

Sebagai informasi, sistem royalti di Indonesia telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam regulasi ini disebutkan bahwa setiap orang yang menggunakan karya cipta milik pihak lain untuk kepentingan komersial wajib membayar royalti.

Pasal 9 ayat (2) UU Hak Cipta menyebutkan bahwa penggunaan karya cipta orang lain harus mendapatkan izin dari pemilik hak dan disertai pemberian imbalan. Sementara itu, Pasal 87 hingga 94 mengatur tentang Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), yang berfungsi menghimpun dan menyalurkan royalti dari pengguna karya kepada pencipta atau pemilik hak terkait.

Selain LMK, ada juga Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang dibentuk pemerintah untuk menjadi koordinator nasional dari berbagai LMK.

Namun, dalam prakteknya, banyak musisi yang justru mengaku tidak mendapatkan hak mereka secara transparan. Bahkan, tak sedikit yang merasa "tak tahu-menahu" soal berapa royalti yang sebenarnya mereka peroleh.

Polemik Armand Maulana
Dalam sebuah wawancara dan unggahan di media sosial, Armand Maulana menyampaikan kegelisahannya. Ia mengaku tak pernah mendapat laporan pasti terkait royalti lagu-lagu Gigi yang diputar di berbagai tempat publik dan media.

Pernyataan tersebut segera viral dan mengundang reaksi dari berbagai pihak. Banyak musisi lain yang menyatakan hal serupa—bahwa sistem royalti yang ada saat ini belum menjamin keterbukaan dan keadilan bagi para pemilik karya.

Baca Juga: 7 Potret Kenangan Artis bareng Bunda Iffet, Tak Hanya 'Ibu' Bagi Band Slank

Keluhan yang disampaikan Armand bukan hal baru. Masalah royalti memang sudah lama menjadi sorotan. Mulai dari ketidakjelasan mekanisme distribusi, minimnya pelaporan berkala, hingga keterbatasan akses teknologi dalam pelacakan pemutaran lagu menjadi beberapa persoalan utama.

Sejumlah pengamat menilai bahwa sistem LMK dan LMKN masih perlu diperkuat secara tata kelola dan teknologi. Idealnya, setiap musisi bisa melihat data secara real-time tentang kapan dan di mana lagu mereka diputar, serta berapa royalti yang dikumpulkan.

Sayangnya, hingga kini, pelaporan manual dan sistem tertutup masih menjadi kendala besar dalam distribusi royalti yang akuntabel.

Sehubungan dengan polemik soal royalti tersebut, pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM, sebenarnya telah melakukan beberapa inisiatif perbaikan. Namun, menurut sejumlah pelaku industri, langkah tersebut masih belum cukup.

Beberapa usulan yang muncul antara lain:

  • Audit dan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja LMK dan LMKN.
  • Digitalisasi sistem pelaporan dengan teknologi seperti blockchain atau pelacakan metadata secara otomatis.
  • Transparansi dalam kontrak dan distribusi, termasuk akses langsung oleh para musisi terhadap data royalti mereka.
  • Pendidikan publik mengenai kewajiban membayar royalti, khususnya bagi pemilik kafe, hotel, event organizer, dan pelaku usaha lainnya.

Kontributor : Mutaya Saroh

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI