Suara.com - Nama Cho Yong Gi ramai diperbincangkan di media sosial, khususnya X, setelah sebagai tersangka dalam kericuhan demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI.
Mahasiswa Program Studi Filsafat Universitas Indonesia ini turut serta dalam aksi demonstrasi digelar dalam rangka peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) pada 1 Mei 2025 lalu.
Ironisnya, pada saat kejadian, Yong Gi justru sedang menjalankan tugas sebagai tenaga medis dengan atribut dan perlengkapan lengkap.
Penetapan Yong Gi sebagai tersangka menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk dari pihak akademik Universitas Indonesia.
Ketua Program Studi Ilmu Filsafat, Ikhaputri Widiantini, secara terbuka menyampaikan keprihatinan atas perlakuan yang diterima Cho.
"Kami sesalkan Cho Yong Gi pada saat kejadian sedang bertugas sebagai tim medis lengkap dengan atribut dan perlengkapan medis tapi tetap mengalami kekerasan fisik dan ditangkap," ujarnya pada 3 Juni 2025.
Cho Yong Gi bukan satu-satunya yang ditetapkan sebagai tersangka kericuhan demonstrasi.
Polisi menetapkan total 14 orang dari massa aksi sebagai tersangka dalam kericuhan tersebut.
Namun, kasus Yong Gi menjadi sorotan khusus karena latar belakang akademiknya dan posisinya sebagai tenaga medis saat aksi berlangsung.
Baca Juga: Dinilai Kurang Alat Bukti, Polisi Didesak Segera Hentikan Perkara Aksi May Day 2025
Di media sosial, terutama di platform X (dulu Twitter), dukungan mengalir deras untuknya.
Banyak yang menggambarkan sosok Yong Gi sebagai pribadi berintegritas tinggi, penuh empati, dan berjiwa demokratis.
"Sebagai sosok demonstran, Cho Yong Gi adalah aktivis mahasiswa dengan pikiran paling dewasa dan terbuka yang pernah saya temui," tulis seorang netizen.
Lainnya menyoroti keberaniannya dan mengaitkan namanya dengan semangat perjuangannya di lapangan.
Yong Gi dalam bahasa Korea berarti "courage" atau keberanian, dianggap cocok menggambarkan Cho.
Bahkan, tidak sedikit yang menyebutnya sebagai "Soe Hok Gie masa kini." Sebutan ini bukan tanpa alasan.
Sama seperti Soe Hok Gie, aktivis legendaris era 60-an, Yong Gi dikenal karena keteguhan moral, pemikiran kritis, dan aksi nyata di lapangan.
Dia juga berasal dari lingkungan akademik Universitas Indonesia, aktif dalam kegiatan mahasiswa, dan memiliki idealisme yang kuat dalam memperjuangkan keadilan sosial.
Soe Hok Gie sendiri adalah ikon perjuangan mahasiswa Indonesia yang lahir pada 1942.
Dia merupakan mahasiswa Jurusan Sejarah di Fakultas Sastra UI yang aktif menulis, berdiskusi, dan berorganisasi.

Pendiri Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala UI) ini dikenal karena ketegasannya melawan kemunafikan dan kekuasaan yang menindas.
Sebagaimana tergambar dalam buku hariannya yang diterbitkan berjudul "Catatan Seorang Demonstran."
Kalimat legendaris yang kerap dikutip, "Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan," juga tampak terpampang di pakaian Cho Yong Gi.
Meski ada perbedaan zaman, Cho Yong Gi dan Soe Hok Gie bisa dibilang sebagai wakil dari generasi muda yang menolak diam di tengah ketidakadilan.
Jika Gie hidup di masa transisi dari Orde Lama ke Orde Baru, maka Yong Gi hidup di era demokrasi digital.
Banyaknya dukungan untuk Yong Gi tak lepas dari narasi dan opini yang cepat terbentuk di media sosial.
Bagi banyak mahasiswa, Yong Gi kini bukan sekadar nama. Dia mungkin telah menjadi simbol perlawanan, keberanian, dan kesetiaan pada nilai-nilai yang diyakini.
Layaknya Gie yang hidup singkat tetapi meninggalkan jejak panjang dalam sejarah pergerakan mahasiswa Indonesia.
Cho Yong Gi membuka bab baru dalam perjuangan anak muda hari ini, bahwa menjadi mahasiswa bukan hanya soal akademik, tetapi juga berjuang demi demokrasi.
Publik pun berharap Yong Gi segera mendapat keadilan.
Kontributor : Chusnul Chotimah