Suara.com - Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) menilai, agar kepolisian segera menghentikan perkara soal penetapan tersangka terhadap para peserta aksi May Day 2025. Salah seorang perwakilan TAUD, Andrie Yunus mengatakan, dihentikannya perkara lantaran dianggap kurangnya alat bukti saat penetapan sebagai tersangka.
“Kami memandang alat bukti yang dijadikan dasar penetapan tersangka bagi para korban itu sangat jauh dari kata cukup,” kata Andrie, saat di Polda Metro Jaya, Rabu (4/6/2025).
Sejauh ini, Andrie menilai, yang dilakukan penyidik terhadap 14 orang peserta aksi dalam peringatan May Day menyalahi aturan.
“Proses penyidikan yang selama ini berlangsung, itu banyak menyalahi proses. Artinya, upaya kami meminta agar kasus ini dihentikan, di-SP3, bukan tanpa alasan,” ujar dia.
“Ada beberapa hal yang dilanggar, termausk juga prinsip-prinsip HAM yang semestinya jadi jaminan dalam setiap proses hukum bagi warga negara,” tambahnya.
Andrie mengaku, sangat menyayangkan jika aparat tidak memenuhi prinsip-prinsip HAM, dalam melakukan pemeriksaan terhadap para peserta aksi.
“Tapi sayang, sekali lagi, itu tidak dipenuhi, dan oleh karena itu kami tegaskan kembali, meminta Polda Metro Jaya tidak hanya menerima dan mempertimbangkan namun juga segera memutuskan apa yang jadi tuntutan kami,” tegasnya.
Andrie sebelumnya juga menyampaikan, jika penetapan tersangka terhadap para peserta aksi dianggap terlalu terburu-buru. Seharusnya, polisi terlebih dahulu melakukan pemeriksaan sebagai mereka sebagai saksi.
“Kami menilai pihak kepolisian terlalu terburu-buru dan banyak menyalahi prosedur hukum acara, yang mana kemudian tidak ada pemeriksaan sebagai saksi terlebih dahulu misalnya,” ujar Andrie.
Baca Juga: Jerat Paramedis May Day Tersangka, TAUD: Polisi Banyak Salahi Prosedur Hukum Demi Bungkam Kritik
Adapun, penetapan tersangka terhadap para demonstran bagian dari bentuk represif dari aparat kepolisian.
“Kami menilai proses hukum yang saat ini dilakukan adalah bagian dari bentuk represifitas aparat negara terhadap warga yang menyuarakan hak menyatakan pendapat di muka umum dalam aksi peringatan Hari Buruh Internasional kemarin,” jelasnya.
“Itu tentu bagi kami sangat menyangsikan bgmn proses hukum begitu sangat dipaksakan dan digunakan untuk meredam suara kritis warga,” tambahnya.
Kemudian, Andrie juga menyoroti aksi kekerasan yang dialami tersangka saat dilakukan penangkapan secara paksa. Jika hal itu benar terjadi, maka tidak dipastikan jika pihak kepolisian melalukan pelanggaran HAM.
“Ada upaya untuk mengejar pengakuan, yang mana sebetulnya itu sudah clear dan tegas dilarang dalam beberapa surat internal kepolisian termasuk Perkap (Peraturan Kapolri tentang) HAM, maupun undang-undang kepolisian. Bahkan ada jaminan setiap orang bebas dari tindakan penyiksaan sebagaimana yang diatur dalam konstitusi UUD 1945,” bebernya.
Total, ada 14 tersangka yang dijerat dalam persoalam ini. Tujuh di antaranya telah dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka, kemarin. Sementara, sisanya dilakukan pemeriksaan hari ini.