Buka Suara Terkait Kerusakan Raja Ampat, Ganjar Pranowo Diroasting Cari Kesempatan dalam Kesempitan

Ferry Noviandi Suara.Com
Senin, 09 Juni 2025 | 21:28 WIB
Buka Suara Terkait Kerusakan Raja Ampat, Ganjar Pranowo Diroasting Cari Kesempatan dalam Kesempitan
Ganjar Pranowo di Papua. (Instagram)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Isu penambangan dan hilirisasi nikel di Raja Ampat mendadak jadi sorotan publik. 

Apalagi, sejumlah aktivis Greenpeace Indonesia menyuarakan kekhawatiran terhadap dampak buruk aktivitas penambangan tersebut terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat.

"Dari sebuah perjalanan menelusuri Tanah Papua pada tahun lalu, Greenpeace menemukan aktivitas pertambangan di sejumlah pulau di Raja Ampat, di antaranya di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran," kata Iqbal Damanik, Juru Kampanye Hutan, Greenpeace Indonesia.

Lebih lanjut, Iqbal mengatakan, ketiga pulau ini dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil karena termasuk pulau-pulau kecil yang tidak boleh ditambang.

Menurut analisis Greenpeace, eksploitasi nikel di ketiga pulau itu telah membabat lebih dari 500 hektar hutan dan vegetasi alami khas.

"Industrialisasi nikel yang makin masif seiring tren naiknya permintaan mobil listrik telah menghancurkan hutan, tanah, sungai, dan laut di berbagai daerah, mulai dari Morowali, Konawe Utara, Kabaena, Wawonii, Halmahera, hingga Obi," ujar Iqbal.

Di tengah memanasnya isu Raja Ampat ini, tokoh politik nasional, Ganjar Pranowo turut mengemukakan pendapatnya terkait isu penambangan dan hilirisasi nikel di lokasi yang disebut-sebut sebagai 'surga terakhir di bumi' tersebut.

Dalam video berdurasi singkat tersebut, Ganjar memperlihatkan gugusan pulau indah di kawasan Piaynemo, Raja Ampat.

Baca Juga: Kritik Telak Bivitri Susanti soal Izin Tambang di Raja Ampat: Hukum Cuma jadi Tameng Penguasa Culas!

Ganjar Pranowo juga tampak berdiri di atas bukit pandang, menikmati panorama laut biru dan batu karst yang memukau.

Dalam video itu, Ganjar Pranowo juga menjelaskan bahwa pulau-pulau di Raja Ampat itu adalah yang digambarkan dalam pecahan uang seratus ribu rupiah.

Penambangan Nikel Raja Ampat
Penambangan Nikel Raja Ampat

"Alam seindah ini, sayang jika harus rusak karena eksploitasi berdalih peningkatan ekonomi. Mari lindungi agar anak cucu bisa menyaksikan surga yang tersembunyi," bunyi keterangan yang tertulis dalam akun TikTok Ganjar Pranowo, yang dilansir Senin, 9 Juni 2025.

Namun, alih-alih mendapatkan simpati dari publik, postingan Ganjar Pranowo tersebut justru ramai dihujani komentar negatif dari warganet. Banyak warganet yang menilai jika yang dilakukan Ganjar semata-mata hanya untuk pencitraan.

"Haus validasi," hujat warganet. "Cari muka dia," tulis warganet.

"Nyari muka nyari muka," hujat warganet lain. "Mulai cari kesempatan dari kesempitan," ujar warganet lainnya.

"Jauh amat ngurusin Raja Ampat, di Jawa Tengah aja 10 tahun gitu-gitu aja, banyak jalan yang masih berlubang," tulis warganet lain.

Dampak Penambangan dan Hilirisasi Nikel Raja Ampat

Untuk diketahui, Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia, Kiki Taufik, mengatakan pertambangan nikel yang terjadi di Raja Ampat akan mengancam keberlangsungan keanekaragaman hayati dan ekowisata masyarakat setempat.

Lebih lanjut, Kiki menjelaskan bahwa dampak hilirisasi nikel di Raja Ampat tak hanya mengancam kehidupan biota laut, tetapi juga satwa khas Papua yang hidup di kawasan tersebut.

Adapun salah satunya adalah cendrawasih botak (Cicinnurus respublica) atau Wilson's bird-of-paradise, yang merupakan spesies endemik dan hanya ditemukan di wilayah Raja Ampat.

Berdasarkan data Greenpeace, lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami di tiga pulau telah dibabat untuk aktivitas pertambangan.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia saat mengunjungi lokasi tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat [Suara.com/Kementerian ESDM]
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia saat mengunjungi lokasi tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat [Suara.com/Kementerian ESDM]

Selain kerusakan daratan, Kiki juga mengungkapkan kekhawatiran atas kerusakan terumbu karang akibat lalu lalangnya kapal tongkang pengangkut nikel yang melintasi wilayah perairan Raja Ampat.

Pihak Greenpeace Indonesia mengingatkan, pertambangan nikel itu terus dibiarkan, kawasan ini bisa rusak parah.

Terkait hal tersebut, Iqbal selaku Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengungkapkan, pemerintah kurang menanggapi aspirasi masyarakat yang khawatir terhadap kelestarian lingkungan hidup di Raja Ampat.

"Pertanyaan mendasarnya dari kita semua adalah apakah kita mau nunggu Raja Ampat hancur dulu baru kita bertindak? Apakah kita mau lihat dulu Raja Ampat ini hancur sehingga tidak lagi ada tempat wisata, baru kita bilang, "Wah, Raja Ampat sudah hancur." Baru kita boleh menutup atau kemudian baru kita bilang bahwa perusahaan ini melanggar aturan," ucap Iqbal.

Kontributor : Anistya Yustika

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI