Suara.com - Belakangan ini, topik hilirisasi nikel kembali memanas menyusul sorotan terhadap dampak penambangan nikel di kawasan Raja Ampat, Papua.
Meski menyumbang triliunan rupiah bagi ekonomi, dampaknya terhadap lingkungan, perikanan, dan kesehatan masyarakat tak bisa diabaikan.
Kawasan yang dikenal karena keindahan laut dan keanekaragaman hayatinya itu kini terancam akibat aktivitas tambang nikel.
Di tengah memanasnya isu pertambangan dan hilirisasi nikel ini, Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) di MPR RI Melchias Markus Mekeng mengemukakan terbitnya izin tambang nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya terjadi pada periode pertama pemerintahan Joko Widodo.
Diketahui pula jika izin yang diberikan kepada PT Gag Nikel terbit sejak tahun 2017. Perusahaan ini memiliki izin tambang mulai berlaku 30 November 2017 hingga 30 November 2047.
![Presiden ke-7 RI Jokowi. [Suara.com/Ari Welianto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/05/60719-jokowi.jpg)
Terkait dengan terbitnya izin tambang nikel di kawasan Raja Ampat ini, Joko Widodo ternyata sempat menegaskan jika hilirisasi industri nikel dan sumber daya alam lainnya merupakan kunci dalam meningkatkan ekonomi nasional.
Adapun pernyataan tersebut diungkapkan oleh Jokowi saat memberikan sambutan pada pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional 2024 yang digelar di Hotel Alila, Surakarta, Kamis, 19 September 2024 silam.
"Menurut saya tadi sudah disampaikan oleh Pak Gubernur BI, hilirisasi menjadi kunci," ujar Jokowi.
Dalam sambutannya kala itu, Jokowi menjelaskan bagaimana kebijakan hilirisasi nikel telah membawa lonjakan besar bagi penerimaan negara.
Baca Juga: Tarif Capai Puluhan Juta, Ini 6 Resort Mewah di Raja Ampat Langganan Para Sultan
Pada 2015, ekspor nikel Indonesia hanya bernilai Rp45 triliun, namun setelah kebijakan hilirisasi diterapkan, nilai tersebut melonjak menjadi Rp520 triliun pada 2023.
"Ada yang menyampaikan kepada saya 'Pak itu yang untung kan perusahaan pak, rakyat dapat apa?' Jangan keliru, kita pungut pajak dari sana, pajak perusahaan pajak karyawan, bea ekspor, pajak ekspor, bea keluar, belum PNBP-nya, penerimaan negara bukan pajak, besar sekali," ungkap Jokowi.
![Kondisi salah satu pulau di Raja Ampat yang ditambang oleh perusahaan nikel. [IG Greenpeace Indonesia]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/09/73694-kondisi-salah-satu-pulau-di-raja-ampat-yang-ditambang.jpg)
Lebih lanjut, Jokowi juga menjelaskan bahwa dari lompatan tersebut tentunya berdampak terhadap negara, baik dari segi penerimaan negara hingga pembukaan lapangan kerja.
"Sebelum hilirisasi kesempatan kerja, pembukaan lapangan kerja ada di negara lain, setelah hiliriasi lapangan kerja terbuka di dalam negeri. Karena, negara dari nikel itu sekali lagi dapat PPN (Pajak Pertambahan Nilai), dapat PPH perusahaan, dapat PPH karyawan, dapat royalti, dapat penerimaan negara bukan pajak, dapat bea ekspor," paparnya panjang.
Namun, slogan hilirisasi nikel yang digadang-gadang sebagai langkah untuk memajukan Indonesia tersebut ternyata dibayangi praktik yang bertolak belakang.
Banyak warganet yang menyayangkan keputusan Jokowi untuk melakukan hilirisasi nikel yang membawa dampak negatif bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat.
"Dimana bumi di pijak. Di situlah dia menjual," sindir warganet.
"Jadi kepikiran, jangan-jangan baju adat yang digunakannya adalah kode daerah yang akan di jual," sindir warganet lain.
"Sering ke Papua kupikir cinta banget dengan rakyatnya, ternyata hanya cinta tambangnya. Sekelas Raja Ampat yang dijuluki surga terakhir di Indonesia pun dirusak demi tambang nikel. Izin tambang Raja Ampat dikeluarkan tahun 2017, di masa dia berkuasa," ujar salah satu warganet.
Untuk diketahui, Kepala Global Greenpeace Indonesia, Kiki Taufik, menyebut penambangan nikel di Papua bakal mengancam keberlangsungan keanekaragaman hayati dan ekowisata masyarakat setempat terutama di Raja Ampat.
Kiki menilai, kegiatan tambang yang berkedok hilirisasi sudah kebablasan karena turut mengorbankan wilayah yang sudah sepatutnya dijaga bukan justru dirusak.
“Saat ini Raja Ampat yang kita kenal sebagai tempat wisata alam terbaik yang ada di Indonesia dalam kondisi terancam (aktivitas tambang nikel),” kata Kiki dalam video singkat yang diunggah dari akun Instagram Greenpeace.
Atas dasar itulah, Greenpeace Indonesia meminta pemerintah mencabut izin tambang nikel di Raja Ampat, meninjau ulang kebijakan industrialisasi nikel di Indonesia, serta berhenti membuat masyarakat menderita karena kebijakan industrialisasi nikel.
Kontributor : Anistya Yustika