Meski begitu, Ibnu Jamil tetap menunjukkan sikap bijak. Ia menerima kekalahan ini sebagai bagian dari proses dan meminta publik untuk tidak berlebihan dalam mengkritik.
“Ini semua yang membuat gua lebih realistis untuk melihat sepak bola Indonesia. Kritik boleh, menghujat jangan. Karena kita adalah pemain ke-12,” tegasnya.
Ia pun menegaskan komitmennya untuk terus mendukung timnas, apapun hasil yang diraih di lapangan.
“Gua akan lanjut terus dukung Timnas. 90 menit untuk selamanya. Bangga mengawal Garuda. Menang, kalah, dan seri, ku tetap bernyanyi. Garuda sampai mati,” pungkasnya.

Unggahan Ibnu itu mendapat respons positif dari banyak warganet. Mereka menilai sikap Ibnu adalah contoh pendukung sejati.
“Mendukung itu seperti ini. Jangan saat menang ikut dukung, saat kalah sibuk nyindir. Apalagi yang nyindir soal Rolex, ketahuan banget dukungnya pas menang aja. Kerennn om Jon,” komentar seorang netizen.
Namun, tidak sedikit pula yang menyampaikan kekecewaan mereka terhadap performa timnas, terutama setelah pergantian pelatih dari Shin Tae-yong ke Patrick Kluivert.
“Waktu dipegang STY, setidaknya kita main lebih rapi. Bahkan beberapa kali bisa merepotkan Jepang. Sekarang, skuad lebih mewah, tapi malah kehilangan arah,” ujar seorang pengguna media sosial.
“Aku bukan kecewa karena kalah, tapi karena tidak bisa memberikan perlawanan sama sekali,” timpal lainnya.
Baca Juga: 2 Negara Wajib Dikalahkan Timnas Indonesia Agar Lolos Piala Dunia 2026 di Ronde 4
Terlepas dari berbagai reaksi yang muncul, kekalahan ini menjadi pelajaran besar bagi sepak bola Indonesia. Masyarakat pun dihadapkan pada realita bahwa perjalanan menuju level dunia masih panjang dan penuh tantangan.