Suara.com - Rencana pemerintah memperbaharui sejarah Republik Indonesia memang masih mendapat sorotan tajam. Tak terkecuali dari Pandji Pragiwaksono, yang meyakini adanya upaya memperbaiki citra Presiden Prabowo Subianto terkait isu keterlibatannya dalam kasus pelanggaran HAM di kerusuhan 1998.
"Memang kan sejarah ditulis oleh yang menang. Saat ini, yang menang adalah Prabowo Subianto. Prabowo Subianto punya hak untuk menentukan sejarah seperti apa," ujar Pandji di salah satu konten YouTube pribadinya, yang tayang ke publik pada 24 Juni 2025 kemarin.
Sebenarnya, Pandji Pragiwaksono pun melihat bahwa cerita sejarah Indonesia memang masih banyak yang perlu diperbaiki.
Setahu Pandji, cerita sejarah Indonesia yang dibagikan dari masa ke masa adalah buah pemikiran seorang Mohammad Yamin.
"Banyak dari kisah-kisah sejarah kita, datangnya dari, ini menurut informasi yang gue tahu ya, datangnya dari kepalanya Mohammad Yamin. Mohammad Yamin waktu itu ditugaskan sama Soeharto, coba deh, lo cerita sejarah Indonesia seperti apa," papar Pandji Pragiwaksono.
![Pandji Pragiwaksono dalam sesi jumpa pers tur stand up Mens Rea di Markas Comika, Wijaya, Jakarta, Rabu (16/4/2025) [Suara.com/Adiyoga Priyambodo].](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/04/17/95492-pandji-pragiwaksono.jpg)
Pandji Pragiwaksono lalu mengungkap satu kejanggalan dari cerita sejarah Indonesia, yang mungkin belum disadari banyak orang.
"Termasuk Sumpah Palapa, Patih Gajah Mada. Emang nggak ada yang bingung, kenapa Patih Gajah Mada mukanya persis mirip sama Mohammad Yamin?" tanya Pandji.
Dengan adanya rencana pembaruan sejarah, Pandji Pragiwaksono khawatir cerita serupa bakal terulang kembali.
"Memang ada banyak sejarah yang layak untuk dimutakhirkan sih, kalau ditanya-tanya. Cuma kan pertanyaannya, ketika kita mau memutakhirkan, apa lagi yang kemudian akan ditambahi, dikurangi atau berubah?" kata Pandji.
Baca Juga: Pandji Pragiwaksono Dorong Korban Pemerkosaan 98 Buka-bukaan di Depan Fadli Zon
Mengingat dalam pernyataannya, Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon sempat menyinggung soal peran Presiden Prabowo Subianto di kerusuhan 1998 menurut versinya.
"Jadi ada momen, di mana Pak Fadli Zon bilang bahwa turunnya Pak Prabowo Subianto, atau kalau kata beliau dipecat secara hormat, itu bukan terkait dengan kerusuhan 98," beber Pandji Pragiwaksono.

"Untuk banyak orang yang tidak sepakat dengan pernyataan itu, itu jadi sinyal yang mengkhawatirkan. Takutnya, peran Prabowo Subianto terhadap apa yang terjadi di 98, ditulis sesuai dengan keinginan Presiden Republik Indonesia, yaitu Prabowo Subianto," imbuh sang komika.
Nantinya, sejarah Republik Indonesia memang tidak akan ditulis ulang oleh Fadli Zon.
Ada tim sejarawan yang dipersiapkan pemerintah untuk mengemas ulang rangkaian peristiwa penting yang pernah terjadi di Indonesia sampai hari ini.
Namun, Pandji Pragiwaksono tetap meminta publik untuk ikut memberikan pengawasan terhadap siapa-siapa saja yang nantinya masuk tim sejarawan bentukan pemerintah.
"Ini lah yang mesti kita jaga sama-sama. Pantau terus informasinya di mana-mana, untuk memastikan bahwa kita terus mengawal proses pemutakhiran sejarah ini," tegas Pandji.
Jangan sampai, cerita kontroversial seperti kemungkinan hilangnya isu pemerkosaan terhadap perempuan-perempuan keturunan Tionghoa di kerusuhan 1998 muncul lagi.
"Supaya nggak kejadian lagi, pencucian bersih kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan oleh pemerintah atau sejumlah nama di masa lampau," ucap Pandji Pragiwaksono.
Sebagaimana diketahui, rencana pemerintah mempeebaharui sejarah Republik Indonesia memang sempat memicu kontroversi lewat ucapan Fadli Zon tentang isu kejahatan kemanusiaan dalam kerusuhan 1998.
Fadli Zon dalam pernyataannya menyebut isu pemerkosaan terhadap perempuan-perempuan keturunan Tionghoa di tengah kerusuhan 1998 cuma bagian dari cerita yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Pandji Pragiwaksono sendiri, sebelumnya sempat mendorong mereka yang benar-benar jadi korban pemerkosaan dalam kerusuhan 1998 untuk buka suara di hadapan Fadli Zon.
Dengan begitu, Fadli Zon bisa mendapatkan langsung bukti yang sempat ia pertanyakan, di balik urgensi mencantumkan isu pemerkosaan terhadap keturunan Tionghoa sebagai salah satu sejarah kelam Indonesia.