Mereka menilai sistem distribusi royalti lebih menguntungkan pencipta lagu, sementara penyanyi sering tidak mendapat bagian yang adil.
Sebaliknya, para pencipta lagu, termasuk yang tergabung dalam Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI), justru mengkritik kinerja Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan menuntut hak untuk menjalankan skema lisensi langsung (direct licence).
Ketua AKSI, Piyu, bahkan menyebut pihaknya akan menggugat LMKN karena dinilai gagal menjalankan fungsinya dalam pengumpulan royalti konser secara maksimal.
Di tengah polemik tersebut, Anji menjadi satu dari sedikit musisi yang secara terbuka mengungkap kondisi real terkait royalti yang tak kunjung dia terima, meski lagu-lagunya terus diputar dan dibawakan banyak penyanyi di berbagai panggung hiburan.
Kisruh ini menggambarkan ketidakseimbangan yang masih terjadi dalam ekosistem musik Indonesi, antara pencipta, penyanyi, dan lembaga pengelola hak cipta.
Selama regulasi dan sistem distribusi belum diperbaiki, para musisi seolah hanya bisa berharap pada keajaiban atau sekadar panggung sendiri demi mendapatkan hak dari karya mereka sendiri.