![Abdul Haris Agam, atau lebih dikenal dengan nama Agam Rinjani [Suara.com/Istimewa]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/26/11722-agam-rinjani.jpg)
Rio bahkan menunjukkan bukti bahwa dana donasi yang masuk ke rekening atas nama Agam telah menyentuh angka lebih dari Rp1 miliar.
Dia mempertanyakan transparansi dan niat dari penggalangan dana tersebut, mengingat tidak ada diskusi atau koordinasi sebelumnya dengan tim SAR lainnya.
"Mau sampai berapa miliar bro? Kenapa harus ada donasi-donasian bro," tulisnya di Insta Story, sembari menandai akun @agam_rinjani.
Setelah kritik itu muncul, postingan mengenai donasi di akun Instagram Agam pun menghilang.
Namun bagi Rio, penghapusan itu bukanlah solusi.
"Kenapa dihapus Postingan Donasi di feed nya @agam_rinjani! Teman-teman team hanya butuh penjelasan," tegasnya.
"Di luar empati masyarakat Brasil, ini sangat tidak etis. Karena dari awal tidak ada program donasi-donasi macam ini apalagi sampai ke rekening pribadi dan mengatasnamakan untuk team," lanjutnya.
Di sisi lain, Agam Rinjani tetap menjadi pusat perhatian dan simbol keberanian dalam narasi publik.
Dia merupakan salah satu dari empat relawan yang turun langsung ke dasar jurang sedalam 600 meter untuk mengevakuasi jenazah Juliana Marins.
Baca Juga: Hasil Autopsi Juliana Marins, Meninggal Kurang dari 20 Menit Usai Terjatuh
Bersama timnya, Agam bermalam di pinggir jurang curam dalam suhu dingin ekstrem, menghindari risiko longsor dan batu jatuh, demi memastikan jenazah bisa diangkat dengan aman.
Kisah dramatis itu dia bagikan melalui akun Instagram-nya, yang kemudian menyebar luas dan menuai banyak simpati, termasuk dari media Brasil.
Warga Brasil bahkan menggalang donasi sebagai bentuk apresiasi atas aksi Agam yang dianggap sangat menginspirasi.
Donasi yang awalnya ditolak oleh Agam, pada akhirnya diterima dengan janji akan dibagi bersama rekan-rekan yang turut serta dalam proses evakuasi.
Namun, bagi sebagian rekan di lapangan seperti Rio, janji itu datang terlambat dan tidak menghapus rasa kecewa atas ketidakterbukaan sejak awal.
Kontributor : Chusnul Chotimah