Suara.com - Juliana Marins, pendaki yang jatuh di Gunung Rinjani dan ditemukan meninggal dunia, telah dimakamkan di kampung halamannya di Niteroi, Brasil.
Usai pemakaman, Manoel Marins ayah Juliana Marins mengungkap kritiknya terhadap Indonesia yang 'gagal' menyelamatkan nyawa sang putri.
Dalam potongan video yang dibagikan akun Instagram @pembasmi.kehaluan.reall pada Sabtu, 5 Juli 2025, Manoel menyinggung soal kelalaian.
"Kasus ini adalah tentang kurangnya kesiapan. Ini soal kelalaian terhadap nyawa manusia," ujar Manoel.
Selain itu, Manoel menilai layanan publik di Indonesia cukup buruk, padahal dikenal sebagai negara yang menjadi tujuan wisata banyak turis asing.
"Sayangnya ini adalah sebuah negara tujuan wisata, destinasi wisata yang dikenal di seluruh dunia. Sebuah negara yang bergantung pada pariwisata untuk bertahan hidup," kritik Manoel.
"Seharusnya memiliki lebih banyak infastruktur memadai," pungkasnya.
Menanggapi kritik Manoel ayah Juliana Marins, warganet tampak kesal dan menyalahkannya balik.
"Kok jadi kesel ya. Anaknya datang sendiri, naik gunung juga kemauan sendiri. Namanya musibah jangan nyalahin negaranya. Kayak negara dia udh paling hebat aja," komentar akun @rikaherlin***.
Baca Juga: Cerita Agam Rinjani Melihat Sosok Hantu Dan Pengalaman Horor di Gunung
"Sebelum menyalahkan negaraku, tolong pastikan putrimu mendaki dengan peralatan dan sikap sopan!" sahut akun @meztdaengmal*** dalam bahasa Inggris.
Warganet lantas membandingkan meninggalnya Juliana Marins dengam almarhum Eril putra Ridwan Kamil.
Sebagaimana diketahui, Eril meninggal setelah terseret arus sungai Aare di Swiss pada 8 Juni 2022.
"Jadi inget kejadian anaknya Pak Ridwan, itu musibah yang terjadi dengan pejabat Indonesia tapi gak sampai tuh ngeritik negara tersebut. Karena emang alam gak ada yang bisa ngatur," tulis akun @heonhung*** yang ramai disetujui warganet lain.
"Sampai bapaknya sendiri yang turun ikut nyari, ini bapak Juliana gak ikut turun kritik aja," balas akun @chafel***.
"Betul kak, Pak RK sekeluarga punya duit bolak-balik Indo-Swiss bantuin, lah bapak ke si Juliana ngomong doang bantuin kagak," timpal akun @windapt***.
Sebagai informasi, proses penyelamatan Juliana Marins telah dibeberkan salah satu porter Gunung Rinjani yang bernama Agam.
Tim SAR dan petugas gabungan baru bisa mengevakuasi jenazah Juliana Marins setelah empat hari karena kendala cuaca buruk dan medan yang sulit.
Selain itu, Agam yang berada di Jakarta saat Juliana Marins jatuh mengaku harus mempersiapkan ratusan meter tali untuk mengevakuasi jenazahnya.
Bagaimana tidak, jenazah Juliana Marins ditemukan di kedalaman hampir 600 meter.
Usaha Agam untuk menyiarkan langsung proses evakuasi jenazah Juliana Marins pun mendapat berbagai apresiasi, salah satunya hasil galang dana sebesar Rp1,5 miliar.
Menyadari evakuasi jenazah Juliana Marins bukan usahanya pribadi, Agam akan menggunakan donasi yang masih belum ada di tangannya itu untuk membeli perlengkapan keselamatan.
Agam berharap evakuasi selanjutnya bisa lebih cepat dengan perlengkapan yang memadai sehingga semakin banyak korban selamat.
Di sisi lain, meninggalnya Eril putra Ridwan Kamil sekitar dua tahun lalu pun masih lekat di ingatan publik.
Eril yang berkunjung ke Swiss sebagai bagian dari rencananya lanjut S2 meninggal dunia terbawa arus deras sungai Aare di Bern.
Eril hanyut ketika berusaha menyelamatkan adiknya, Camillia Laetitia Azzahra, dan seorang rekan.

Pencarian jenazah Eril pun memerlukan waktu yang tak sebentar, yaitu 14 hari.
Jadilah warganet membanding-bandingkan proses evakuasi Juliana Marins dan almarhum Eril meski berbeda lokasi.
Sebab Ridwan Kamil maupun Atalia Praratya sang istri tidak memberikan kritik kepada Negara Swiss dengan tudingan lamban menyelamatkan putra mereka.
Yang hampir sama adalah warganet Brasil dan Indonesia memberikan ulasan buruk terhadap lokasi kejadian.
Warganet Indonesia memberikan rating bintang 1 di Google Maps Sungai Aare dengan ulasan tempat yang berbahaya.
Begitu pula warganet Brasil yang memberikan rating bintang 1 untuk Gunung Rinjani. Bagaimana pendapatmu?
Kontributor : Neressa Prahastiwi