Pembatalan tersebut dipicu oleh tuduhan serupa dari salah satu media lokal yang menyebut musik Hindia bertema satanik.
Tuduhan itu kemudian membuat Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Banda Aceh mengeluarkan surat peninjauan ulang izin, meski izin awal sudah sempat terbit.
Rentetan kejadian ini seakan menjadi pola yang terus berulang, memicu perdebatan sengit tentang kebebasan berekspresi, interpretasi seni, dan batas toleransi di tengah masyarakat.