Suara.com - Harapan besar disematkan pada jubah merah sang Manusia Baja, Superman untung mencapai box office di seluruh dunia.
Sebagai film pembuka dari DC Universe (DCU) yang digagas James Gunn, diharapkan menjadi mesias yang akan membangkitkan kembali kejayaan semesta sinematik ini.
Di Amerika Utara dan banyak negara lain, harapan itu seolah terwujud. Film yang dibintangi David Corenswet ini terbang tinggi dengan sambutan hangat dan angka box office yang menjanjikan.
Namun, di salah satu pasar film terbesar di dunia, sang pahlawan justru jatuh tersungkur.

Di Tiongkok atau China, Superman tidak hanya gagal terbang, tetapi juga hancur lebur.
Kegagalan ini bukan sekadar sebuah kemunduran, melainkan sebuah alarm bahaya yang berbunyi nyaring bagi masa depan seluruh DCU.
Padahal, film ini dirilis serentak pada 11 Juli, memberinya kesempatan yang sama besarnya dengan pasar lain. Sayangnya, takdir berkata lain.
Respons penonton di Tiongkok sangat beragam dan cenderung dingin, menjadi paku pertama di peti mati potensi komersialnya.
Angka-angka yang muncul dari box office Tiongkok sungguh sulit dipercaya untuk film sekaliber ini.
Baca Juga: Superman Is Dead Bahas Kemungkinan Bubar: Kalau Ada yang Meninggal
Pada hari kedelapannya, Jumat (18/7), Superman hanya mampu meraup pendapatan yang memalukan, sebesar US$97.000.
![Superman (2025). [Instagram]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/29/19301-superman-2025.jpg)
Angka ini adalah sebuah pukulan telak yang membuat total pendapatannya selama delapan hari penayangan hanya mencapai US$8,2 juta, sebuah angka yang bahkan belum menyentuh US$10 juta.
Sebagai perbandingan, film-film blockbuster Hollywood lainnya sering kali meraup puluhan juta dolar hanya dalam akhir pekan pertama di Tiongkok.
Pasar pun bereaksi cepat. Jumlah layar yang memutar film ini anjlok drastis. Dari ribuan layar di minggu pertama, kini Superman hanya tersisa di sekitar 3.000 layar, dan diprediksi akan segera ditarik dari peredaran.
Kegagalan ini memicu pertanyaan besar: Mengapa pahlawan seikonik Superman bisa ditolak mentah-mentah di Tiongkok?
Apakah ini pertanda kelelahan penonton Tiongkok terhadap genre superhero, ataukah pesona Man of Steel memang tidak lagi bergema di sana?
Kegagalan ini menjadi beban berat di pundak James Gunn, yang tidak hanya menyutradarai dan menulis naskah, tetapi juga kini menjabat sebagai co-CEO DC Studios.
Film yang diproduksi dengan anggaran fantastis sebesar US$225 juta ini kini menghadapi kenyataan pahit bahwa salah satu pasar paling vital di dunia telah menutup pintu rapat-rapat.
Sebagai babak pertama dari sebuah saga besar, performa Superman di Tiongkok adalah luka pertama yang dalam.
Jika sang ikon utama saja gagal memikat penonton, bagaimana nasib karakter-karakter DC lainnya yang akan datang?
Dunia kini mengamati dengan saksama, menanti apakah DCU mampu bangkit dari keterpurukan awalnya di Tiongkok, ataukah lonceng kematian ini akan terus bergema untuk film-film mereka selanjutnya.