Suara.com - Fenomena pelaku usaha restoran yang memilih memutar suara alam hingga kicauan burung demi menghindari royalti musik rupanya tak membuat Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, gentar.
Dharma Oratmangun justru menilai fenomena tersebut sebagai bentuk akal-akalan yang tidak perlu dilakukan.
"Royalti kita, tarif kita paling rendah di dunia. Jadi, bayar royalti itu bentuk kepatuhan hukum. Kalau mau berkelit, nanti kena hukum, itu saja jawabannya,” ujar Dharma Oratmangun saat ditemui di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat pada Kamis, 31 Juli 2025.
Menurut Dharma Oratmangun, tidak seharusnya pelaku usaha memutar suara alam hanya karena takut membayar royalti.
"Jangan pakai ilmu berkelit untuk tidak bayar royalti, lalu mau pakai apa? Pakai musik sebanyak-banyaknya, tarif kita paling rendah," tegas Dharma.
![Perwakilan LMKN dan IRW LSM LIRA menandatangi perjanjian untuk memberantas mafia pemungut royalti musik. [dokumentasi pribadi]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/08/16/47127-lmkn-dan-irw-lsm-lira.jpg)
Ketua LMKN tersebut menjelaskan, besaran tarif royalti sudah dirancang agar ramah bagi dunia usaha di Indonesia, termasuk pelaku UMKM. Dalam praktiknya, LMKN juga tidak mengenakan hitungan satu tahun penuh.
"Kami juga memperhitungkan UMKM, satu tahun itu kami tidak hitung 365 hari penuh karena kami tahu ada bulan puasa," jelasnya.
Mengacu pada SK Menkumham RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016, tarif royalti bagi restoran dan kafe ditetapkan sebesar Rp60 ribu per kursi per tahun untuk pencipta lagu, dan Rp60 ribu lagi untuk pemilik hak terkait.
"Kalau usaha itu sehat, tentunya pemilik hak juga akan sehat. Jangan gunakan atau rampas hak milik orang lain untuk meraih keuntungan, itu tidak baik. Patuh hukum, selesai," tandas Dharma.
Baca Juga: Judika: Jangan Bilang Penyanyi Tak Niat Perjuangkan Hak Pencipta Lagu
Sebelumnya, restoran Mie Gacoan di Bali menjadi sorotan usai dilaporkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) atas dugaan pelanggaran hak cipta.
Direktur PT Mitra Bali Sukses, I Gusti Ayu Sasih Ira, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga memutar musik tanpa izin dan tidak membayar royalti sejak 2022.