Di dunia yang serba terhubung namun seringkali membuat kita merasa makin terisolasi, teknologi hadir menawarkan "jalan pintas".
Ardhito tidak takut mengakui kesepiannya, bahkan ia mampu mengubahnya menjadi ruang untuk introspeksi.
Pilihannya untuk curhat pada ChatGPT menunjukkan bahwa terkadang, yang kita butuhkan bukanlah nasihat rumit, melainkan sekadar ruang aman untuk menumpahkan isi hati tanpa takut dihakimi.
Meski begitu, interaksi manusia tetap tak tergantikan.
Namun, apa yang dilakukan Ardhito membuka diskusi menarik tentang bagaimana teknologi bisa menjadi alat bantu untuk kesehatan mental, selama kita tetap sadar akan batasannya.
Kisah Ardhito ini sangat menarik dan relevan.
Bagaimana menurutmu?
Apakah kamu tim yang lebih nyaman curhat ke teman atau justru penasaran ingin mencoba curhat ke ChatGPT seperti Ardhito?
Bagikan pendapatmu di kolom komentar di bawah ini!
Baca Juga: Ulasan Buku Hello Stress: Cara Sederhana Kenali dan Atasi Gangguan Stres