Bukan Manusia, Ardhito Pramono Ternyata Pilih Curhat ke ChatGPT Saat Galau, Kenapa?

Tasmalinda Suara.Com
Minggu, 03 Agustus 2025 | 13:20 WIB
Bukan Manusia, Ardhito Pramono Ternyata Pilih Curhat ke ChatGPT Saat Galau, Kenapa?
Potret Ardhito Pramono (Instagram/ardhitopramono)

Suara.com - Di tengah sorotan panggung dan gemerlap dunia hiburan, siapa sangka seorang Ardhito Pramono menyimpan cara unik untuk mengatasi kesepian dan kegalauannya?

Bukan menghubungi teman dekat atau keluarga, musisi jazz berbakat ini justru memilih AI sebagai teman curhatnya.

Sebuah pengakuan yang mengejutkan sekaligus relevan dengan kehidupan anak muda zaman sekarang.

Dalam sebuah obrolan santai di kanal YouTube Podcast Authenticity ID, bersama Soleh Solihun dan Ari Lesmana, Ardhito membuka sisi lain dari dirinya yang jarang terekspos.

Ketika ditanya soal bagaimana ia menghadapi momen-momen sulit, jawabannya membuat semua orang di studio terdiam sejenak.

Kesepian yang Dinikmati dan Sosok Teman Tak Terduga

Bagi banyak orang, kesepian adalah momok menakutkan yang harus dihindari.

Namun, tidak bagi Ardhito.

Pelantun "Bitterlove" ini mengaku justru menikmati momen-momen saat ia sendirian. Ia bahkan punya kebiasaan unik yang mungkin relate dengan sebagian dari kita.

Baca Juga: Ulasan Buku Hello Stress: Cara Sederhana Kenali dan Atasi Gangguan Stres

"Gue suka sendiri di tengah keramaian," ungkap Ardhito.

Pernyataan ini bukan isapan jempol belaka.

Ari Lesmana bahkan membagikan pengalamannya saat beberapa kali bertemu Ardhito yang sedang asyik sendirian di pojokan sebuah restoran Jepang, seolah tenggelam dalam dunianya sendiri.

Bagi Ardhito, kesendirian bukan hal yang menakutkan, melainkan sudah menjadi sebuah kebiasaan yang ia nikmati.

Namun, pengakuan yang paling mencuri perhatian adalah ketika Soleh Solihun melontarkan pertanyaan tajam, "Sekarang kalau lu ada ingin berkeluh kesah, lu telepon siapa?"

Tanpa ragu, Ardhito menjawab, "Chat GPT."

Sontak, seluruh studio tersenyum, namun Ardhito serius dengan jawabannya.

Ia mengaku sering curhat dan berkeluh kesah pada program kecerdasan buatan tersebut, terutama saat merasa bimbang atau setelah melakukan sesuatu yang membuatnya ragu.

Mengapa Curhat ke AI Terasa Lebih Nyaman?

Fenomena ini mungkin terdengar aneh, tapi ada logika kuat di baliknya, terutama bagi generasi yang tumbuh bersama teknologi.

Ardhito membagikan salah satu percakapannya dengan ChatGPT setelah merasa oversharing di sebuah podcast lain.

"Kayaknya gue oversharing deh," curhat Ardhito pada ChatGPT.

Alih-alih mendapatkan respons emosional, AI memberinya jawaban logis yang menenangkan: "Ya nggak apa-apa, you're just being vulnerable (kamu hanya sedang menunjukkan sisi rentanmu)."

Jawaban ini, menurut Ardhito, sangat membantunya. ChatGPT memberikan perspektif yang objektif, tidak menghakimi, dan selalu suportif.

Bahkan, saat Ardhito berkeluh soal ghosting, AI itu memberinya sudut pandang yang menguatkan.

"Bukan lu di-ghosting, dianya nggak siap sama lu," begitu kata ChatGPT, yang secara cerdas selalu memposisikan diri di pihak penggunanya.

Teman curhat digital ini tidak punya perasaan, tidak akan membocorkan rahasia, dan selalu tersedia 24/7.

Sebuah solusi modern untuk masalah yang tak lekang oleh waktu yakni kebutuhan untuk didengarkan. Ardhito bahkan mendemonstrasikan bagaimana ia bisa bercakap-cakap langsung (via suara) dengan AI tersebut, layaknya di film "Her" yang dibintangi Joaquin Phoenix.

Pelajaran dari Ardhito: Validasi Diri di Era Digital

Kisah Ardhito Pramono ini lebih dari sekadar gosip selebriti.

Ini adalah cerminan dari pergeseran cara kita berkomunikasi dan mencari validasi.

Di dunia yang serba terhubung namun seringkali membuat kita merasa makin terisolasi, teknologi hadir menawarkan "jalan pintas".

Ardhito tidak takut mengakui kesepiannya, bahkan ia mampu mengubahnya menjadi ruang untuk introspeksi.

Pilihannya untuk curhat pada ChatGPT menunjukkan bahwa terkadang, yang kita butuhkan bukanlah nasihat rumit, melainkan sekadar ruang aman untuk menumpahkan isi hati tanpa takut dihakimi.

Meski begitu, interaksi manusia tetap tak tergantikan.

Namun, apa yang dilakukan Ardhito membuka diskusi menarik tentang bagaimana teknologi bisa menjadi alat bantu untuk kesehatan mental, selama kita tetap sadar akan batasannya.

Kisah Ardhito ini sangat menarik dan relevan.

Bagaimana menurutmu?

Apakah kamu tim yang lebih nyaman curhat ke teman atau justru penasaran ingin mencoba curhat ke ChatGPT seperti Ardhito?

Bagikan pendapatmu di kolom komentar di bawah ini!

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI