Suara.com - Film animasi Merah Putih: One For All tengah menjadi sorotan publik setelah trailer resminya diluncurkan menjelang perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia.
Sejak dirilis, cuplikan film tersebut menuai gelombang kritik dari warganet yang menilai kualitas animasinya jauh dari ekspektasi.
Banyak komentar menyebut grafis dan gerak karakter tampak kaku, tergesa-gesa, dan kurang rapi dalam pengerjaannya.
Beberapa bahkan membandingkan kualitasnya dengan animasi lawas atau proyek tugas sekolah yang dikerjakan di detik terakhir.
Kritik tajam juga datang terhadap premis cerita yang dianggap terlalu klise dan dangkal untuk standar film animasi nasional saat ini.
Alur yang menampilkan sekelompok anak dari berbagai suku bersatu demi menyelamatkan bendera pusaka dinilai sudah terlalu sering digunakan.
Warganet menganggap unsur keberagaman dalam film ini hanya sekadar pelengkap tanpa pengolahan karakter yang kuat.
Dialog yang ada di trailer pun disebut terlalu penuh dengan slogan nasionalisme instan tanpa kedalaman emosi atau pesan yang menyentuh.
Baca Juga: Kampanye Nasionalisme Gagal Sentuh Hati? Film 'Merah Putih One for All' Menuai Banyak Kritik
Beberapa penonton menilai film ini kehilangan peluang untuk mengemas pesan persatuan secara kreatif dan menyentuh hati.
Selain soal kualitas, isu yang lebih sensitif mencuat terkait dugaan adanya proyek untuk laporan pertanggungjawaban atau bahkan indikasi "cuci uang".

Kecurigaan itu muncul karena kualitas film dianggap tidak sepadan dengan tema besar yang diangkat, apalagi jika anggarannya cukup besar.
Publik mempertanyakan transparansi proses produksi dan seberapa efektif dana yang digunakan dalam proyek ini.
Perbandingan dengan film Jumbo yang tayang beberapa bulan sebelumnya pun tak terhindarkan.
Jumbo dinilai berhasil meningkatkan standar animasi Indonesia dengan visual rapi, cerita kuat, dan penggarapan penuh detail.
Merah Putih: One For All justru dianggap sebagai penurunan signifikan yang membuat ekspektasi publik kembali merosot.
Ryan Adriandhy, sutradara sekaligus penulis Jumbo, turut memberikan tanggapan melalui akun X pribadinya.
Dalam unggahannya, dia menekankan pentingnya menggarap animasi dengan niat tulus dan keseriusan penuh.
"Kita upayakan terus yang bagus semampunya," tulis Ryan seperti dikutip pada Jumat, 8 Agustus 2025.
Menurutnya, karya yang dibuat asal-asalan dan tanpa tujuan jelas akan tersingkir seiring waktu.
"Terus, terus, sampai akhirnya, yang dibuat dengan niat tidak tulus dan cara asal-asalan semakin tersingkirkan dan tidak punya alasan untuk minta didukung," ujar Ryan.
"Memang perlu yang gelap untuk tahu masa depan animasi Indonesia bisa terang," tuturnya.
Ungkapan Ryan memicu dukungan luas dari warganet yang berharap dunia animasi Indonesia lebih mengedepankan kualitas daripada kepentingan politik atau bisnis semata.
Banyak yang menilai bahwa momentum kemerdekaan seharusnya dimanfaatkan untuk menghasilkan karya yang benar-benar membanggakan.
Meskipun kritik mendominasi, ada pula pihak yang tetap memberikan apresiasi terhadap upaya pembuatan film animasi bertema kebangsaan ini.
Beberapa berpendapat bahwa setiap langkah produksi animasi di Indonesia, meski belum sempurna, tetap menjadi bagian dari proses belajar industri.
Catatan yang muncul adalah pentingnya evaluasi dan peningkatan kualitas untuk produksi di masa depan.
Dengan begitu, pesan persatuan dan nasionalisme dapat tersampaikan dengan kuat dan diterima oleh berbagai kalangan penonton.
Hingga saat ini, pihak produser Perfiki Kreasindo belum memberikan tanggapan resmi terkait gelombang kritik yang mengiringi perilisan trailer tersebut.
Publik masih menunggu apakah akan ada klarifikasi mengenai proses produksi dan penggunaan anggaran film ini.
Film animasi Merah Putih: One For All sendiri dijadwalkan tayang serentak di seluruh bioskop Indonesia mulai 14 Agustus 2025.
Tanggal penayangan ini dipilih untuk bertepatan dengan momen menjelang perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan RI.
Kontributor : Chusnul Chotimah