Suara.com - Keributan yang terjadi dalam sidang lanjutan kasus pemerasan Nikita Mirzani pekan ini menuai sorotan dari berbagai pihak, termasuk dari kalangan akademisi hukum.
Seorang pakar hukum pidana mengingatkan bahwa setiap perilaku di ruang sidang memiliki konsekuensi, dan akan menjadi catatan penting bagi majelis hakim.
Seperti diketahui, sidang kasus dugaan pemerasan dan pengancaman yang melibatkan Nikita Mirzani pada 7 Agustus 2025 diwarnai drama saat sang artis meluapkan amarahnya kepada jaksa penuntut umum.
Nikita yang tidak terima keterangan saksi dipotong oleh jaksa, sontak berteriak dan memukul meja hingga menyebabkan sidang diskors.
Menanggapi hal ini, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Tarumanagara, Hery Firmansyah, memberikan analisisnya.
![Momen Nikita Mirzani menolak meninggalkan ruang sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 31 Juli 2025 [Suara.com/Adiyoga Priyambodo].](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/31/49127-momen-nikita-mirzani-menolak-meninggalkan-ruang-sidang.jpg)
Menurut Hery, meskipun dinamika persidangan terkadang tidak berjalan sesuai skenario, etika dan tata tertib di ruang sidang tetap harus dijunjung tinggi.
Hery menjelaskan bahwa perilaku terdakwa selama persidangan akan menjadi salah satu pertimbangan hakim, terutama dalam menentukan hal-hal yang dapat meringankan putusan.
"Alasan meringankan salah satunya adalah dianggap dia itu mengikuti sidang dengan baik, berperilaku baik. Ini adalah poin yang penting juga," kata Hery dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi, yang ditayangkan di kanal YouTube tvOne, Sabtu, 9 Agustus 2025.
Ia memperingatkan bahwa tindakan emosional yang berlebihan dan berulang kali dapat dianggap sebagai tindakan 'offside' yang justru bisa merugikan posisi terdakwa.
Baca Juga: Terungkap di Sidang, Reza Gladys Panik Ketahuan Skincare yang Dijual Overclaim
"Mungkin kalau ada keguncangan jiwa secara emosional, iya. Tapi kalau berkali-kali dilakukan, ini bisa 'offside'," tegasnya.
Menurut Hery lagi, setiap pihak, baik jaksa maupun kuasa hukum, memiliki jalur dan aturan mainnya sendiri di persidangan.
Jika merasa ada yang tidak sesuai, keberatan dapat disampaikan melalui mekanisme yang ada dan ditujukan kepada hakim sebagai wasit utama dalam persidangan.
"Ada meja hakim di situ, kan? Ada hakim yang hadir di sana. Maka tentunya kita harus memberikan penghormatan dulu. Kalau tidak, apa bedanya dengan peradilan jalanan?" pungkasnya.