PHRI Soroti Tarif Royalti Musik Restoran hingga Hotel: Dinilai Terlalu Bervariasi

Minggu, 17 Agustus 2025 | 20:56 WIB
PHRI Soroti Tarif Royalti Musik Restoran hingga Hotel: Dinilai Terlalu Bervariasi
Berapa Royalti Pencipta Lagu (Instagram/fannysoegi)

Suara.com - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) kembali angkat suara soal tarif royalti musik yang wajib dibayar pelaku usaha, mulai dari kafe, restoran, hingga hotel.

Ketua PHRI, Haryadi B. Sukamdani, menilai besaran tarif yang berlaku saat ini terkesan tidak seragam dan terlalu bervariasi.

"Yang jadi catatan kami adalah tarif. Tarif ini tentunya sangat bervariasi dan lebar persepsi orang," kata Haryadi saat ditemui di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan pada Rabu, 13 Agustus 2025.

Menurut Haryadi, ketidaksesuaian tarif tersebut kerap menimbulkan polemik di lapangan.

"Sisi tarif ini jadi masalah," tegasnya.

Dia pun mencontohkan, ada kafe yang dipungut royalti Rp120 ribu per kursi untuk setahun.

tarif royalti musik dan lagu asmalibrasi (pexels)
tarif royalti musik dan lagu asmalibrasi (pexels)

Haryadi mempertanyakan, apakah tarif tersebut sudah mewakili seluruh bentuk pemanfaatan musik di berbagai tempat usaha.

"Ada, misal saya ambil contoh resto, dipungut rata Rp120 ribu per kursi. Apakah itu wakili pemakaian dari seluruh pengguna atau tidak, itu juga jadi pertanyaan," ungkapnya.

Sebagai informasi, besaran tarif royalti untuk pemanfaatan musik secara komersial di restoran dan kafe diatur dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016.

Baca Juga: Apa Beda WAMI dan LMKN yang Heboh soal Royalti Musik? Ini Penjelasan Lengkapnya

Dalam aturan tersebut, pelaku usaha wajib membayar royalti kepada dua pihak. Pertama, Royalti Pencipta sebesar Rp60 ribu per kursi per tahun. Kedua, Royalti Hak Terkait yang juga senilai Rp60 ribu per kursi per tahun.

Artinya, setiap kursi di restoran atau kafe dikenai total biaya Rp120 ribu per tahun untuk penggunaan musik secara komersial.

Polemik royalti musik ini kembali ramai dibicarakan setelah kasus yang menimpa salah satu petinggi Mie Gacoan pada 2024.

Saat itu, Lembaga Manajemen Kolektif Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) melaporkan dugaan pelanggaran hak cipta ke polisi.

Kasus tersebut berakhir damai setelah pihak Mie Gacoan sepakat membayar royalti sebesar Rp2,2 miliar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI