- Musisi kritis mulai dibungkam
- Pembungkaman dilakukan melalui promotor atau EO
- Jika tetap dilakukan, bukan musisi yang menanggung, melainkan promotor atau EO
Suara.com - Vokalis band Efek Rumah Kaca (ERK), Cholil Mahmud, mengungkap adanya sebuah pola represif gaya baru yang menyasar para musisi kritis.
Menurutnya, tekanan tersebut tidak lagi menyasar langsung kepada band, melainkan kepada pihak-pihak yang bekerja sama dengan mereka.
Pola ini dirasakan Efek Rumah Kaca setelah mereka turut menyuarakan kampanye "Indonesia Darurat".
Sejak saat itu, banyak band yang ikut menampilkan visual atau logo kampanye tersebut saat tampil di atas panggung.

Namun, Cholil Mahmud mengatakan bahwa hal tersebut tidak berlangsung lama karena adanya tekanan dari pihak tertentu.
"Pada saat sehari setelah Indonesia Darurat, banyak band nampilin logo ya, visual biru ya. Itu dua hari kemudian udah agak susah," kata Cholil saat jadi pembicara di sebuah acara di Jakarta, Kamis, 18 September 2025.
Musisi 49 tahun menjelaskan bahwa larangan tidak datang secara langsung kepada bandnya.
Metode yang digunakan adalah dengan memberikan ancaman kepada vendor penyedia visual atau event organizer (EO) yang menggelar acara.
"Mereka nggak melarang bandnya, tapi melarang vendornya," ungkap Cholil.
Baca Juga: Sudah Dibahas Cholil Mahmud ERK dari 2021, Sikap Nyinyir ke Pendemo Belum Berubah
Cholil Mahmud bahkan menirukan bagaimana peringatan itu disampaikan secara halus namun penuh penekanan, di mana vendor akan menjadi pihak yang menanggung akibatnya.
"Kayak, 'Boleh deh, tapi jangan ditampilin di visualnya karena nanti vendornya yang akan kena'," tuturnya.
![Efek Rumah Kaca [Instagram]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/10/17/30671-efek-rumah-kaca.jpg)
Ia menduga, cara ini ditempuh karena pihak tersebut tidak bisa menghentikan band secara langsung.
Oleh karenanya, mereka mencari celah lain untuk membungkam suara kritis melalui pihak ketiga.
"Mereka mungkin nggak bisa secara langsung menghentikan band, karena bandnya bandel gitu kan ya. Tapi mereka pakai metode-metode lain," jelas Cholil.
Pada akhirnya, promotor atau penyelenggara acara menjadi pihak yang paling dirugikan karena izin dan pelaksanaan acara mereka dipersulit.