Ramai Royalti Musik di Pernikahan, Cholil Mahmud Punya Pendapat Bijak

Senin, 18 Agustus 2025 | 11:48 WIB
Ramai Royalti Musik di Pernikahan, Cholil Mahmud Punya Pendapat Bijak
Vokalis Efek Rumah Kaca, Cholil Mahmud dalam sebuah wawancara di kawasan Kemang, Jakarta, Selasa, 8 Juli 2025. [Suara.com/Adiyoga Priyambodo]

Suara.com - Polemik soal pernikahan yang kabarnya bakal dikenakan biaya royalti musik terus menuai sorotan publik.

Vokalis Efek Rumah Kaca sekaligus Plt Ketua Umum Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI), Cholil Mahmud, ikut angkat bicara terkait isu yang bikin heboh ini.

Menurut Cholil, prinsip dasar dari hak cipta sebenarnya sederhana, yakni keadilan bagi pencipta lagu.

Setiap kali sebuah lagu diputar atau dibawakan dalam sebuah acara, wajar bila penciptanya turut menikmati manfaat ekonomi dari karya yang digunakan.

"Kalau menurut saya, karena prinsipnya hak cipta itu fairness (keadilan). Setiap orang yang mendapatkan manfaat dari lagu, sudah pasti pencipta lagunya ikut menikmati manfaat ekonomi dari orang yang menggunakan karyanya," kata Cholil Mahmud saat ditemui di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, baru-baru ini.

Namun, sang musisi tak menampik penerapan aturan itu di acara pernikahan masih menjadi perdebatan.

Pasalnya, pernikahan sering dianggap acara privat, meski di sisi lain banyak juga yang melibatkan transaksi komersial besar di baliknya.

"Ketika penerapannya di acara-acara private, itu bisa diperdebatkan. Apakah benar-benar private, atau justru komersial untuk orang-orang tertentu?" ujar Cholil.

Vokalis grup musik Efek Rumah Kaca, Cholil Mahmud [Suara.com/Revi C Rantung]
Vokalis grup musik Efek Rumah Kaca, Cholil Mahmud [Suara.com/Revi C Rantung]

"Acaranya private, tapi bagi pekerja yang terlibat, mereka bisa mendapatkan penghasilan yang setara dengan acara komersial," tambahnya.

Baca Juga: Fantastis! Anji Beberkan Besaran Dana Operasional LMKN dari Royalti, Bisa Tembus Ratusan Miliar

Cholil mencontohkan pernikahan mewah yang mendatangkan artis besar sebagai pengisi acara.

"Misalnya kawinan besar-besaran dengan artis besar, rate-nya sama dengan manggung konser. Itu enggak fair kalau dia dapat, katakanlah, Rp50 juta ke atas. Penciptanya jadi enggak mendapat manfaat sama sekali, menurut saya itu tidak adil," tegasnya.

Meski begitu, dia menilai wacana ini masih terbuka untuk dibicarakan lebih lanjut. Menurutnya, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) maupun Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) perlu duduk bersama mencari formulasi yang adil.

"Kalau skalanya kecil, mungkin pemerintah bisa memformulasikan pengecualian-pengecualian. Misalnya semakin besar transaksi ekonomi yang terjadi, tarifnya juga ada. Kalau kecil, ya mungkin bisa ada pengecualian tertentu," ungkap Cholil.

"Itu terobosan yang perlu dilakukan LMKN dan LMK, dengan dukungan pemerintah melalui regulasi. Jadi, keharmonisan bisa tercapai sekaligus menjawab permasalahan di lapangan," lanjut dia.

Sebelumnya, isu ini mencuat setelah Robert Mulyarahardja dari Wahana Musik Indonesia (WAMI) menyebut bahwa acara pernikahan yang menghadirkan live event bakal dikenakan royalti sebesar 2 persen dari biaya produksi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI