-
Ammar Zoni dipindahkan ke Lapas Super Maximum Security karena dianggap narapidana berisiko tinggi.
-
Hidup di Nusakambangan penuh isolasi, pengawasan ketat, dan aktivitas sangat terbatas.
-
Meski berat, pemindahan ini memberi peluang terakhir bagi Ammar untuk berubah dan menjalani pembinaan.
Suara.com - Pemindahan aktor Ammar Zoni ke Lapas Super Maximum Security Karang Anyar di Nusakambangan pada Kamis, 16 Oktober 2025 bukan sekadar pergantian sel biasa.
Ini adalah sinyal terkuat bahwa negara telah kehabisan toleransi, sekaligus menjadi babak tergelap bagi sang pesinetron yang sudah empat kali terjerat kasus narkoba.
Lantas, seperti apa sebenarnya kehidupan di balik tembok penjara paling sangar di Indonesia itu? Benarkah ini akhir dari segalanya bagi Ammar Zoni?
Nusakambangan sejak lama identik dengan reputasi mengerikan. Dijuluki "Alcatraz-nya Indonesia" hingga "Pulau Kematian", tempat ini dirancang bukan untuk narapidana biasa.
Mereka yang dikirim ke sini adalah para pesakitan kelas kakap, seperti gembong narkoba internasional, teroris, hingga pelaku pembunuhan berantai.

Pemindahan Ammar Zoni ke kategori ini menunjukkan bahwa kasusnya yang berulang, ditambah dugaan keterlibatan dalam peredaran narkoba di dalam rutan, telah membuatnya dicap sebagai narapidana berisiko tinggi (high risk).
Kehidupan di Lapas Super Maximum Security seperti yang kini dijalani Ammar Zoni adalah tentang isolasi total dan pengawasan super ketat.
Berbeda dengan lapas lain, di sini berlaku sistem "satu sel satu orang" (one man one cell) untuk memutus rantai komando dan komunikasi antar narapidana.
Aktivitas pun sangat terbatas. Napi hanya diizinkan keluar sel untuk menghirup udara segar maksimal satu jam per hari.
Baca Juga: Ammar Zoni Edarkan Narkoba di Rutan Salemba, Apakah Ada 'Orang Dalam' yang Membantu?
Lapas Khusus Karang Anyar, tempat Ammar Zoni kini mendekam, merupakan salah satu yang tercanggih di Nusakambangan. Fasilitasnya dirancang untuk meminimalisir interaksi dan celah pelanggaran.
Semua sudut diawasi kamera CCTV 24 jam yang dilengkapi teknologi pengenal wajah (face recognition), pintu sel otomatis, hingga alat perekam suara di setiap kamar hunian.
Saat ada yang menjenguk, narapidana tidak bisa bertatap muka langsung, dibatasi kaca tebal dan berkomunikasi lewat telepon yang seluruh percakapannya direkam.
Meski terkesan bengis, tujuan utama pemindahan ke Nusakambangan sebenarnya adalah pembinaan intensif.
"Pembinaan di Nusakambangan diharapkan dapat mengubah perilaku warga binaan high risk sesuai dengan tujuan pemasyarakatan, bahwa mereka menyadari kesalahan dan mengikuti semua aturan yang telah ditetapkan," ujar Mardi Santoso, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Jawa Tengah, dalam sebuah kesempatan.
Harapan untuk berubah itu tetap ada, meski jalannya terjal. Para warga binaan akan menjalani asesmen risiko secara berkala setiap enam bulan.