- Soundrenaline di Makassar menghadirkan festival multilokasi yang ramai dan penuh energi.
- Musik, seni, diskusi, dan kolaborasi komunitas mewarnai setiap venue.
- Puncak acara dipadati ribuan penonton, menegaskan kuatnya ekosistem kreatif Makassar.
Suara.com - Akhir pekan lalu, suasana Kota Makassar berubah menjadi pusat energi kreatif ketika Soundrenaline “Sana Sini di Makassar” digelar serentak di empat titik kota: Riuh Records, The Backyard, Dupli Dining & Lounge, dan Lapangan Parkir Phinisi Point Mall.
Dengan format multilokasi yang dinamis, festival ini berhasil menarik 3.500 penonton yang bergerak dari satu venue ke venue lain, menikmati musik, seni visual, film, hingga pasar kreatif dalam satu perayaan besar yang hidup dan berwarna.
Pengalaman menyeluruh ini terasa sejak rangkaian dibuka di Riuh Records melalui sesi Screening & Storytelling yang menghadirkan kreator visual asal Sulawesi Selatan, Wahyu Al Mardhani dan Aco Tenri.
Obrolan hangat tentang cara mereka membawa kultur lokal ke dalam karya menjadi pembuka yang menyentuh. Tak lama, lokasi yang sama berubah menjadi panggung penuh energi melalui penampilan OG Avamato dan kolaborasi mengejutkan Murphy Radio x Beijing Connection, kolaborasi perdana yang langsung menjadi salah satu momen paling memorable festival ini.
Ruang kreatif semakin hidup lewat diskusi Cross Panel Talks bersama seniman lintas bidang seperti Firman Hatibu, Aco Tenri, Pandu Fuzztoni, dan Delpi.
Di sisi lain, pengunjung mengikuti lokakarya handcrafting & recycling, serta menikmati pameran fotografi Ifan Adhitya yang mendokumentasikan perjalanan musisi Makassar dari awal hingga panggung besar.
Kemeriahan berlanjut ke Dupli Dining & Lounge, di mana RELOKA, White Chorus, dan Beijing Connection membangun suasana yang intim namun energik. Pengunjung pun diajak membuat zine bersama ZineMo!, memberikan sentuhan DIY yang memperkuat identitas kreatif Makassar.
The Backyard menjadi salah satu lokasi yang paling akrab, dengan penonton duduk di atas rumput menyaksikan penampilan Synthies dan Jason Ranti, sebelum berlanjut dengan lelang kaset langka bersama Kasetteria x Licasette.
Area ini juga menjadi tempat bertemunya para kolektor kaset yang saling bertukar cerita dan rekomendasi musik, seakan menghidupkan kembali budaya musik analog di tengah era digital.
Baca Juga: Menang FFI, Omara Esteghlal Serukan Film Jadi Suara Kegelisahan Rakyat Indonesia
Diskusi tentang “Idealisme dan Pertemanan Dalam Bermusik” kemudian kembali menjadi momen hangat yang mempertemukan musisi dan pelaku industri independen seperti Jimi Multhazam, Ayub Simanjuntak, Dhana, dan Ale.
Percakapan tentang kreativitas dan persahabatan menghadirkan perspektif jujur tentang perjalanan panjang para musisi dalam membangun karya.
Puncak festival berlangsung di Lapangan Parkir Phinisi Point Mall, yang disulap menjadi ruang selebrasi besar dengan ribuan penonton memadati area panggung.
Deretan musisi lintas genre seperti DANZAS, Treeshome, Jason Ranti x Dongker, FSTVLST, MORFEM, hingga para DJ menampilkan set yang membakar energi malam itu.
FSTVLST hadir dengan performa emosional yang menjadi favorit banyak penonton, sementara MORFEM menyuguhkan musik alternative rock yang membuat kerumunan tak berhenti bernyanyi.
Kehadiran Lokatune yang membawa komunitas kreatif dari berbagai kota di kawasan Timur semakin menegaskan bahwa ekosistem kreatif Makassar dan sekitarnya terus tumbuh dan terhubung.