Ini karena menurut dokter yang berpraktik di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) itu, saat pandemi sekolah tidak harus diisi kapasitas 100 persen murid.
"Misalnya sekolah jangan 100 persen masuk semua muridnya, karena itu bisa terjadi kerumunan," jelasnya.
Dr. Nastiti juga berharap untuk murid yang masih terbilang belia dan dirasa sangat sulit menerapkan protokol kesehatan, seperti kelas 1 dan kelas 2 SD disarankan masih menjalankan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau kelas online.
"Atau yang masuk kalau SD, kelas 5 dulu, kelas 6 dulu," timpal dr. Nastiti.
"Atau nanti belajarnya tidak seperti yang biasanya. Jangan dari pagi sampai jam 2 siang, mungkin 3 jam diganti bergantian 50-50 persen murid yang masuk, tidak semuanya harus dilanjutkan secara offline pelajarannya," sambungnya.
Ke depan kata Dokter Spesialis Anak Subspesialisasi Pulmonologi Respirologi itu sekolah tidak perlu memaksa sistem pembelajaran kembali sama seperti sebelum pandemi. Sekiranya pelajaran yang bisa dilakukan PJJ atau kelasonline teruskan, anak ke sekolah hanya untuk tugas-tugas penting seperti praktikum.
"Kalau tadinya pelajaran bisa dilakukan dalam bentuk ceramah kan bisa dilanjutkan PJJ, nanti ke sekolahnya ngapain, praktikum yang tidak bisa tergantikan dengan PJJ, itu dikerjakan offline," jelasnya.
Terakhir, langkah terpenting adalah pemda melakukan evaluasi dan monitoring setelah sekolah dibuka. Apabila setelah dibuka ditemukan kasus positif Covid-19, maka pemda dan pihak sekolah perlu bertindak cepat dengan menutup kembali sekolah, lalu melakukan tracing (penelusuran kasus).
"Kemampuan sekolah melakukan test itu bagaimana, dan siapa yang harus memonitor. Jadi seperti itulah kalau mau buka, jadi nggak bisa asal buka begitu saja," tutup dr. Nastiti.
Baca Juga: Januari 2021 Masuk Sekolah Lagi, IDAI Ingatkan Orangtua Tiga Hal Ini