"Kalau dalam satu vaksin hanya tidak membuat orang itu sakit parah tapi dia tidak mencegah orang itu menularkan ke orang lain, tidak ada herd immunity. Mau berapa tahun dikasih vaksin juga tidak akan tercapai," kata Dicky.
Karena rumus untuk membuat herd immunity ialah untuk mencegah penularan. Bukan hanya membuat seorang yang terinfeksi menjadi asimptomatis.
"Dari situ saja jangankan Sinovac, Pfizer dan moderna belum bisa ada yang mengeluarkan data berapa persen yang mencegah transmisi," kata Dicky.
Ia menegaskan bahwa dari tiga kandidat vaksin yang paling terdepan seperti Moderna, Pfizer dan Oxford sendiri masih belum ada yang bisa merilis data tentang efikasi untuk mencegah transmisi.
"Apalagi sinovac yang datanya masih proses, padahal ini yang akan menentukan. itu dari satu saja tidak mudah mencapai herd immunity. Ada engga kalau engga ada engga akan terjadi.
Angka Reproduksi
Faktor kedua yang juga berpengaruh ialah angka reproduksi. Dicky menjelaskan bahwa Angka reproduksi adalah suatu cara dalam memberi peringkat pada kemampuan penyebaran sebuah penyakit.

Menurutnya, cara untuk menekan angka reproduksi adalah dengan melaksanakan 5M (Memakai Masker, Menjaga Jarak, Mencuci Tangan, Membatasi mobilitas dan menjauhi kerumunan atau keramaian), dan 3T (testing, tracing, dan treatment).
"Di sini saja kita harus berhitung dengan sangat cermat, jangan samapi memaksakan program vaksinasi, meskipun efikasinya di 90 persen, itupun efikasi yang mana, karena ketika itu dikombinasikan ini belum bicara aspek ketiga ya, itu gagal di vaksinasi Ebola, saat angka reproduksinya 4, padahal efikasi dan efektivitasnya 90 persenan. Karena terlalu tinggi angka reproduksinya,"
Baca Juga: Presiden Jokowi: Jangan Ada yang Menghambat Investasi
Angka Cakupan Vaksinasi