WHO dan 5 Organisasi Profesi Dokter Desak Indonesia Perketat PSBB, Ini Saran Pakar

Risna Halidi | Dini Afrianti Efendi
WHO dan 5 Organisasi Profesi Dokter Desak Indonesia Perketat PSBB, Ini Saran Pakar
Warga melintas di trotoar jalan Sudirman, Jakarta, Senin (14/9). [Suara.com/Oke Atmaja]

Lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia menuai respon Organisasi Kesehatan Dunia (WHO.

Suara.com - Dua minggu terakhir kasus Covid-19 harian Indonesia terus mengalami tren peningkatan. Pada Kamis (17/6) jumlah kasus baru tercatat 16.646, dan Sabtu (19/6) ada penambahan 12.906 orang yang dinyatakan positif Covid-19.

Lonjakan kasus Covid-19 ini menuai respon Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO

Lewat laporannya pada Kamis (17/6), WHO mendesak pemerintah Indonesia untuk menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala besar, bahkan lebih diperketat.

Desakan tersebut senada dengan desakan yang diberikan oleh lima organisasi profesi kedokteran di Indonesia  yang dikeluarkan pada Jumat, 18 Juni 2021 kemarin.

Baca Juga: Pegawai Nakes Hina Pasien BPJS, Warganet Serang Puskesmas Lambunu 2 Sulteng hingga Rating Bintang Satu

Hanya saja, hingga saat ini pemerintah Indonesia masih belum mengeluarkan tindakan atau perubahan kebijakan terkait pandemi Covid-19 yang terus memakan korban.

Pun, jika memang pemerintah ingin melakukan pembatasan, lantas kebijakan pembatasan seperti apa yang paling pas?

Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman mengatakan solusi yang tepat adalah lockdown atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan tepat.

"PBB berbasis regulasi itu bisa efektif. PSBB yang berbasis regulasi, itu ya lockdown itu," ujar Dicky saat dihubungi suara.com beberapa waktu lalu.

Jika ingin mengendalikan kasus, kata Dicky, pemerintah harus menerapkan PSBB betulan bukan PSBB modifikasi seperti yang selama ini dijalankan pemerintah dengan istilah PPKM skala mikro.

Baca Juga: Link Nonton Who Are You: School 2015 Sub Indo HD, Tukar Nasib Anak Kembar yang Terpisah

"PSBB ini harus dilakukan berbarengan, kalau bisa se-Jawa, ya se-Jawa. Tidak boleh hanya satu atau dua (kota) saja, karena gak efektif nanti," terang Budi.