Kelopak Mata Turun hingga Suara Sengau? Awas, Bisa Jadi Myasthenia Gravis yang Mengancam Nyawa!

Dinda Rachmawati Suara.Com
Senin, 14 Juli 2025 | 17:18 WIB
Kelopak Mata Turun hingga Suara Sengau? Awas, Bisa Jadi Myasthenia Gravis yang Mengancam Nyawa!
Kelopak Mata Turun? Suara Sengau? Awas, Bisa Jadi Myasthenia Gravis! (Dok. Freepik)

Suara.com - Di tengah tekanan budaya kerja yang menuntut produktivitas tinggi, rasa lelah yang berkepanjangan sering dianggap sepele, hanya sebagai tanda burnout atau stres biasa. Namun, bagaimana jika kelelahan itu adalah gejala awal dari penyakit serius yang bisa mengancam nyawa? 

Inilah yang menjadi sorotan dalam diskusi kesehatan bertajuk “Lebih dari Sekadar Lelah” yang digagas oleh Menarini Indonesia bersama Yayasan Myasthenia Gravis Indonesia (YMGI).

Acara ini bertujuan untuk membuka mata publik akan bahaya penyakit Myasthenia Gravis (MG), sebuah penyakit autoimun kronis yang kerap salah didiagnosis karena gejalanya yang mirip dengan kelelahan biasa.

Myasthenia Gravis: Saat Tubuh Tak Lagi Patuh

Diskusi Kesehatan Bertajuk “Lebih dari Sekadar Lelah” yang Digagas Menarini Indonesia (Dok. Istimewa)
Diskusi Kesehatan Bertajuk “Lebih dari Sekadar Lelah” yang Digagas Menarini Indonesia (Dok. Istimewa)

MG adalah penyakit autoimun neuromuskular yang menyerang komunikasi antara saraf dan otot. Akibatnya, penderitanya mengalami kelemahan otot yang bersifat fluktuatif. 

Gejalanya pun sering kali menipu: kelopak mata yang turun (ptosis), penglihatan ganda, suara yang berubah menjadi sengau, hingga kesulitan menelan dan bernapas.

“Gejala seperti ini sering dianggap ringan. Banyak pasien yang mengira itu hanya karena kurang tidur atau kelelahan kerja. Padahal, ini bisa menjadi tanda awal Myasthenia Gravis, yang jika tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan komplikasi serius seperti krisis miastenik atau gagal napas,” jelas dr. Ahmad Yanuar Safri, SpS(K), Dokter Spesialis Saraf dari RSCM.

Dokter Yanuar juga menekankan bahwa pengobatan MG bukan hanya soal menyembuhkan, tetapi menjaga kualitas hidup pasien agar tetap dapat bekerja, bersosialisasi, dan menjalani hidup seperti biasa. 

“Pasien membutuhkan terapi yang tepat, konsisten, dan terjangkau. Tanpa itu, kualitas hidup bisa sangat terpuruk, bahkan risiko kematian pun meningkat,” tambahnya.

Baca Juga: dr Richard Lee Tanggapi Masalah Kulit yang Dialami Jokowi: Jangan Dibawa ke Dukun

‘Jebakan Dr. Google’ dan Perlunya Diagnosis Dini

Salah satu tantangan besar dalam penanganan MG adalah rendahnya kesadaran masyarakat dan maraknya praktik self-diagnosis lewat internet. 

Hal ini turut disoroti oleh dr. Zicky Yombana, Sp.S, Dokter Spesialis Saraf dari RS Brawijaya Saharjo, yang juga merupakan penyintas MG.

“Kelopak mata yang turun, suara sengau, semua itu sering diabaikan karena dianggap remeh. Banyak orang malah sibuk mencari jawaban di internet, menunda ke dokter, dan itu sangat berbahaya,” kata dr. Zicky. 

“Sebagai dokter sekaligus pasien, saya tahu betul bahwa diagnosis dini adalah kunci utama. Semakin cepat dikenali, semakin besar peluang pasien untuk hidup normal kembali,” ujar dia.

Suara Pasien: “Saya Dibilang Cuma Kelelahan”

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI